Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Selasa, 14 Juli 2015

Membuka Tabir Rahasia Ilmu Rasa


SERAT WEWADINING RASA
Penerbit : Yayasan UP. DJOJOBOJO – Surabaya
Tahun : 1985.
(Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesai)
Penerjemah : Pujo Prayitno


DAFTAR    -    ISI

BAB. I. ADANYA SURGA DAN NERAKA
BAB.II. TIDAK ENAKNYA KESALAHAN ATAU SIKSA DARI DOSA
BAB. III. SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA KEBENARAN
BAB. IV. MERASA
BAB. V. RASA SEJATI
BAB. VI. SENTAUSA,  TEGAR, TERTUJU
BAB. VII. MENYATUNYA BUDI DAN ANGAN-ANGAN
BAB. VIII. TUNTUNAN MERASAKAN ATAS MAKNA MENYAMBUNG DAN MENYATU
BAB. IX. DAYA YANG SATU
BAB. X. KETERANGAN YANG DISEBUT SAHIR DAN KABIR
BAB. XI. SALING MEMPENGARUHI ATAU SALING BERTUKAR : SAHIR KABIR DENGAN SAHIR KABIR : BAGI ALAM SATU DENGAN YANG LAINNYA
BAB. XII. TEMPAT – UMPAN – TEMBUS (EMPAN – PAKAN – MEMPAN.
BAB. XIII. TENTANG CERMIN DAN BAYANGAN
BAB. XIV. JELAS SEJELAS-JELASNYA YANG DISEBUT DIRI
BAB XV. ARTI DARI LAHIR DAN BATIN
BAB. XVI.


PESAN
Penerjemah : Pujo Prayitno
1.     Setiap setelah selesai dibaca, simpanlah, jangan ditaruh sembarangan.
2.     Jangan dibaca oleh sembarang orang, hanya untuk yang benar-benar pencari ilmu tentang batin.
3.     Bagi yang sudah mebacanya, walaupun paham dan senang, jangan untuk bahan perbincangan dengan dengan sembarang orang.
oooOOOooo
.Siapapun yang mau menjalankan pesan pesan tersebut di atas, termasuk disebut mejaga atau menghormati dirinya sendiri.
Penerjemah : Pujo Prayitno
SARAN DARI YANG MEMBUAT buku INI
Penerjemah : Pujo Prayitno
1.     Pertamanya bacalah sekedarnya sampai tamat.
2.     Ulangi dari awal dengan pelan dan tenang.
3.     Jika sudah tamat ke dua kalinya. Simpanlah. Dalam membaca yang ketiga dan seterusnya : tidak harus urut.
oooOOOooo

Pada awalnya tidak terang isinya
Namun jika sering disimpan dan dibaca dengan teliti dan terus-menerus belajar
Semakin lama, semakin meningkat kejelasannya
Ditandai Sandi Tahun : Kawruh Raras Basuking Tyas
Penerjemah : Pujo Prayitno
BAB. I
ADANYA SURGA DAN NERAKA

Merasakan atau ingat, terhadap kebaikan Tuhan, itu disebut, mengetahui cara bersyukur.
Merasakan atau mengingat-ingat terhadap kebaikan sesama makhluk hidup, itu disebut mengetahui cara berterima kasih.
Mengetahui cara bersyukur, itu berarti, menyampaikan rasa berterima kasih kepada Tuhan.
Mengetahui selalu mendapat kebaikan dari sesamanya, itu berarti merasa telah menerima kebaikan dari sesamanya.
Mengetahui cara bersyukur itu, adalah lawan dari mengeluh, resa, khawatir, merasa kurang beruntung dan sebagainya.
Mengetahui cara berterima kasih dan selalu bersyukur itu sering salah dalam penerapannya, karena keduanya itu adalah bermakna MERASA TELAH MENERIMA KEBAIKAN.
Mengeluh, resa, khawatir, merasa kurang beruntung, itu mengandung makna merasa TIDAK ADIL atas Takdir Tuhan yang menimpa dirinya.
Muak, tidak enak hati atau marah itu berarti, menganggap tidak adil atas perbuatan orang lain terhadap dirinya.
Tanda-tanda orang yang sudah dewasa, MANUSIA SEJATI, itu PERTAMA : Jika selalu merasa bersyukur, jarang mengeluh, KEDUA : Jika selalu merasakan atas kebaikan orang lain dan jarang marah-marah.
Ciri-ciri orang yang belum dewasa MANUSIA YANG SEJATI, itu, PERTAMA : Jika sering berkeluh kesah, jarang bisa memaknai rasa bersyukur. KEDUA, Jika selalu mengingat-ingat kejelekan orang lain. Dan jarang ingat kepada kebaikan orang lain.
Senang menghitung-hitung kebaikan Tuhan itu mempengaruhi banyak bersyukur dan, jarang mengeluh.
Senang menghitung-hitung  kebaikan orang lain, itu mempunyai daya menyebabkan suka berterimakasih kepada sesamanya, dan jarang susah di dalam perasaannya.
Seseorang yang membiasakan diri bersyukur dan berterimakasih itu mempercepat kedewasaan dari sifat manusianya yang sejati.
Seseorang yang membiasakan berkeluh kesan dan marah-marah memperlambat kedewasaan dari sifat manusianya yang sejati.
Seseorang yang merasakan bersyukur dan menerima kenyataan dirinya akan mendapatkan ketenangan hati, ketenteraman hati dan terang daya berpikirnya.
Orang yang merasakan atas rasa syukurnya dan rasa berterima kasih itu di dalam hatinya ketempatan biji yang dayanya menumbuhkan  dingin dan terang. Biji tersebut yang menarik menuju ke dalam surga.
Seseorang yang selalu merasa berkeluh kesah dan selalu marah maka di dalam hatinya akan ditumbuhi biji yang dayanya berhawa panas dan gelap. Biji tersebut itu yang menarik adanya Neraka.
Surga dan neraka itu, sebenarnya adalah RASA PERASAAN bukan TEMPATNYA.
Surga itu bersal dari RASA yang sejuk dan terang (Rasa enak), Neraka itu berasal dari RASA  yang panas dan kegelapan (Rasa tidak enak).
Seseorang yang selalu tenang hatinya itu, akan selalu digiring ke  Surga.
Seseorang  yang hatinya selalu panas dan gelap, selalu digiring ke neraka.
Rasa sejuk dan terang, dan rasa panas dan gelap itu disebut : Alam Sahir, sedangkan Surga – Neraka itu : disebut alam Kabir.
Sehingga, alam Kabir itu, bermakna : Kelanjutan dari rasa dan perasaan.
KEBERADAAN alam Kabir : berasal dari ADANYA alam Sahir, akan tetapi keberadaannya bersamaan.
Hilangnya alam Kabir, karena hilangnya alam Sahir. Akan teapi terjadi hilangnya itu, bersamaan.
Semua manusia itu, bisa membuat Surga dan bisa membuat Neraka.
Surga buatan itu, yang bisa merasakannya  hanya bagi yang membuatnya itu sendiri. Sedangkan orang lain yang tidak ikut membuatnya : Tidak akan bisa ikut merasakannya.
Neraka buatan itu, yang bisa merasakannya hanya bag yang membuatnya itu sendiri, Yang tidak ikut membuatnya, tidak bisa ikut merasakannya.
Manusia yang sedang mengalami alam surga : Tidak percaya bahwa neraka itu ada. Hanya surga yang dikiranya yang ada. Karena perasaan bagi yang sedang berada di surga, dimana-mana pun tempatnya, adalah surga semua. Di seluruh dunia walau di cari pun tidak akan bisa ditemukan yang bernama neraka. Tidak ada tempat walau sebesar lubang jarum yang ada nerakanya. Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas : Semuanya berisi kesenangan yang menerangi hati. Semua isi dunia tidak ada yang tidak menyenangkan hati, dan tidak ada yang tidak membuat terangnya hati. Semua yang terlihat semuanya menyenangkan dan menerangi hati.
Manusia yang sedang mengalami alam neraka, tidak akan percaya bahwa surga itu ada. Hanya neraka saja yang dikiranya ada. Karena didalam perasaanya bagi yang sedang berada di neraka : Dimana pun saja, neraka semua. Walau pun dicari di seluruh dunia, tidak ada yang bernama surga. Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas : Semuanya berisi rasa panas, kebingungan, gelisah dan membuat gelap pikirannya.. Semua isi dunia tidak ada yang tidak membuat panas dan kesusahan hati,. Semua yang terlihat membuat kesusahan dan memanaskan serta membuat gelap perasaan.
Seseorang yang sedang merasakan surga; mengapa mengira bahwa neraka itu tidak ada : itu bagaikan manusia yang masih di alam dunia. .Ketika tidak mempercayai bahwa surga dan neraka itu memang ada. Dikiranya hanya alam dunia ini saja yang ada. Karena di seluruh dunia yang tanpa batasa, walau pun dicari : tidak ada tempat selebar lobang jarum yang ada surga dan nerakanya. Yang ada hanya keduniaan saja.
Seseorang yang sedang merasakan neraka, mengapa tidak mempercayai bahwa surga itu ada : itu tidak berbeda dengan manusia yang masih berada di alam dunia : Ketika tidak percaya bahwa alam halus itu ada. Karena, walau pun dicari di seluruh dunia tidak akan bisa ditermukan yang bernama Alam Kehalusan.
Jika ada yang bertanya : “Apakah surga dan neraka itu ADA atau TIDAK?”, itu sebaiknya kepada yang bertanya diminta terlebih dahulu untuk berpikir tentang arti kata ADA dan TIDAK ADA, itu ada artinya atau tidak ada artinya.
Jika sudah mengerti arti kata ADA dan kata TIDAK ADA, barulah akan bisa mengerti, bahwa surga itu memang benar adanya bagi orang yang mengalaminya. TIDAK ADA : bagi yang tidak mengalami. Neraka itu ADA bagi yang mengalami. TIDAK ADA : bagi yang tidak mengalami.
Di bawah ini, jadikanlah sebagai contoh :
Suara itu, ada atau kah tidak? Bagi yang memiliki pendengaran menyebutnya : ADA, Bagi yang tidak memiliki pendengaran : Menyatakan TIDAK ADA.
Suasana terang, segala rupa dan warna, itu ADA apa TIDAK ADA?. Bagi yang memiliki penglihatan menyebutnya ADA. Bagi yang tidak memiliki penglihatan : Menyebutnya TIDAK ADA.
Surga itu, ADA ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan terang dan dingin, (Enak) menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki perasaan terang dan dingin, menyebutnya : TIDAK ADA.
Neraka itu, ADA ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan Gelap dan rasa skit (tidak enak): Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki, Menyebutnya TIDAK ADA.
Dunia ini, ada apa tidak, Yang memiliki ingatan dan memiliki rasa perasaan : Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki daya ingat dan tida memiliki rasa perasaan mengatakan TIDAK ADA.
Tuhan itu ADA apa TIDAK? Yang memiliki budi dan rasa : menyebutkan ADA, yang tidak memiliki BUDI dan RASA : Mengatakan TIDAK ADA.
Contoh lainnya :
Buah pare  itu enak ataukah tidak? Yang senang memakannya, mengatakan enak. Yang tidak mau memakannya mengatakan tidak enak.
Si naya baik atau buruk? Yang menyenanginya mengatakan baik. Yang membencinya mengatakan buruk.
Begitulah seterusnya.
ooOOoo


SERAT WULANG REH : WIRANGRONG

1
Den samya marsudeng budi, //  wiweka dipunwaspaos, //  aja dumeh dumeh bisa muwus, //  yen tan pantes ugi, //  sanadyan mung sakecap, //  yen tan pantes prenahira.
Berusahalah memperbaiki budi pekerti // pertimbangan harus di dahulukan // jangan hnnya karena bisa berbicara // jika hal itu tidak pantas // walau hanya sepatah kata // jika tidak tepat penempatannya.
2
Kudu golek mangsa ugi, //  panggonan lamun miraos, //  lawan aja age sira muwus, //  dununge den kesthi, //  aja age kawedal, //  yen durung pantes rowangnya.
Harus mencari waktu yang tepat itu seharusnya // tempatnya juga harus diperhitungkan jika ingin bicara // penempatannya harus tepat // jangan segera diucapkan // jika belum pantas siapa teman bicaranya.
3
Rowang sapocapan ugi, //  kang pantes ngajak calathon, //  aja sok metua wong calathu, //  ana pantes ugi, //  rinungu mring wong kathah, //  ana satengah micara.
Teman bertutur kata // yang pantas diajak membicarakan sesuatu // jangan sembarang bicara // ada yang tidak pantas juga // jika didengar oleh orang banyak // ketika sedang berbciara.
4
Tan pantes akeh ngawruhi, //  mulane lamun miraos, //  dipun ngarah-arah ywa kabanjur, //  yen sampun kawijil, //  tan kena tinututan, //  mulane dipun prayitna.
Tidak pantas jika banyak yang mendengarnya // sehingga jika ingin bicara // dipertimbangkan terlebih dahulu jangan sampai sembarang bicara // jika ucapan telah keluar // tidak bisa ditarik kembali // maka dari itu berhati-hatilah dalam berbicara.

BAB. II
TIDAK ENAK KARENA SALAH ATAU SIKSAAN DOSA

Merasa salah atau merasa kotor itu mengarahkan kepada menelaah keadilan kodrat.
Menelaah atas keadilan kodrat itu mengarahkan kepada menelaah kesalahan diri sendiri, yang disebut merasa.
Jika bertemu dengan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah bahwa itu : Bagian luar, tidak menjadi sesuatu bagi : yang di dalam. Sedangkan intinya : Walau pun ada gunung meletus dan perang bharata Yudha sekali pun, itu bagian luar saja.
Jika menemui sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah, bahwa yang tidak mengenakan itu sebenarnya adalah PERBUATAN DARI HATI ITU SENDIRI, bukan dari “ YANG ADA DI LUAR HATI. Jika mempunyai dasar batin yang benar dan bersih yang sebenarnya, tidak mungkin tidak merasa enak. Sedangkan bersih itu, ada yang bersih bagi : Urusan luar, ada yang bersih urusan dalam.
Jika menemukan sesuatu yagn tidak mengenakan hati, ingatlah bahwa adanya siksaan itu karena dosa, Artinya : Menjadi adanya tidak enak  itu berasal dari kesalahan. Tidak mungkin jika bukan karena dosa, atau : tidak mungkin tumbuhnya tidak enak itu disebabkan karena benar dan bersih. Tidak usah terlalu jauh menelusuri dosa yang sudah lama terjadi. Dosa yangs ekarang ini saja yang sudah jelas (ketika sedang mengalami tidak enak saja). Bentuk dosanya adalah : Mengapa harus merasakan yang membuat tidak enaknya hati, padahal itu sudah jelas membawa masuk kepada tidak enak, mengapa tidak menghindar saja. Apakah itu bukan kesalahan? Karena kesalahan, apakah tidak menerima siksaannya? Kesimpulannya : Yang memerintah untuk menjalani yang membuat tidak enaknya hati itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan rasa hati, sudahlah, jangan bertanya lagi, tentu karena berasal dari gerak hatinya sendiri yang menyebabkan menjadi susah, (salah dalam perbuatan), menyimpang dari benar yang sebenarnya, yaitu benarnya bagian dalam, bukan benar bagi bagian luar. Tanda bahwa itu salah : Terbukti menjadi ujud yang tidak mengenakan hati itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, dan tidak bisa menyimpulkan seperti penjelasan di atas itu, karena memang benar-benar sulit. Ingatlah : Apakah “TIDAK BISA” itu bukan suatu kesalahan? Apakah “Tidak bisa” atau “yang sulit” itu akan dijadikan pedoman untuk menghindar dari kesalahannya itu?. Tidak mengetahui bahwa “Tidak bisa” dan “Sulit” itu sudah termasuk merupakan kesalahan? Artinya : Itulah adalah wilayahnya salah, atau anak keturunannya kesalahan. Sehingga yang diingat : hanya karena “BELUM TAHU” saja atas kesalahannya. Sedangkan “Tidak tahu: itu adalah anak cucu dari kesalahan juga.
Jika bersjumpa lagi dengan sesuatu yang tidak mengenakan hati. Jangan hanya mengetahui saja : Yang ada di luar hati. Ketahui juga : yang ada di dalam hati, yaitu di dalam hatinya sendiri (Jangan mengingat-ingat YANG DIRASA-RASAKAN, Ingatlah YANG DIGUNAKAN untuk merasakannya).
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, bertanyalah kepada pikirannya sendiri, apakah TIDAK ENAK itu bermanfaat? Jika bermanfaat, seharusnyalah giat dalam menjalaninya. Jika sudah mengerti : bahwa tidak ada gunanya, namun jika diterjang, itu salah siapa? Menurut ilmu luar saja, sudah bertanya sebagai berikut : Yang bermanfaat itu IKHTIARNYA atau KECEWANYA?
Jika menemukan sesutu yang tidak mengenakan hati. Jika belum bisa ditemukan atas kesalahan sebagai penyebabnya, itu berarti masih salah dalam mencarikesalahannya. Tanda salahnya : Karena belum bisa menemukannya itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, namun ternyata karena atas kesalahan orang lain diluar hati dan sudah disepakati oleh orang banyak bahwa seharusnya atau sebenarnya memang tidak enak (karena sudah menjadi pemahaman umum) ingatlah saja bahwa itu menjadi sebutan “benar”, belum menjadi benar yang sebenarnya.
Yang di maksud dari buku ini : BENAR YANG SEBENARNYA, bukan hanya BENAR saja. Benar itu hanya untuk urusan luar. Sedangkan “Benar yang sebenarnya” itu untuk urusan dalam. Jika hanya menerima yang biasa saja, tidak usah membicarakan urusan dalam (batin) Karena hal itu akan dihindari oleh yang mencari : Benar yang sebenarnya yang sulit teramat sulit untuk menempuhnya.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, cobalah bertanya kepada Budi-nya sendiri APAKAH RASA JATI IKUT MERASA TIDAK ENAK, KARENA SUDAH BENAR, PADA UMUMNYA DAN KESEPAKATAN MANUSIA SEDUNIA. Tentu tidak. Karena rasa jati belum tentu menganggap baik atas yang sudah dianggap baik oleh rahsa.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, ingatlah kepada kata-kata : “CINTA itu bisa membutakan”. Rasa tidak enak itu karena “Terbelenggu cinta kepada dirinya sendiri”. Itu, yang membutakan hati. Butanya hati : Lupa bahwa diri sendiri itu bukan benar yang sebenarnya atas keadaan yang tertuju atas rasa Cinta dari yang memenuhi dunia.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, TANYAILAH DIRIMU SENDIRI : Wahai..... pencari, tunjukan kemampuanmu, karena sekarang aku sedang mengalami yang tidak enak. Apalah gunanya aku mencari ilmu batin, jika rasa senangku hanya jika : Mendapatkan apa yang pada umumnya menyenangkan atau : Susah jika menemukan yang menyusahkan. Jika hanya pada umumnya hanya seperti itu saja. Tidak ada gunanya mencari ilmu batin.

BAB. III
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA KEBENARAN
BAB. III
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA KEBENARAN

Sakitnya kesalahan bernama : Yang harus dialami (panandang).
Enaknya kebenaran disebut : PAHALA
Benar dan salahnya dan juga enak dan tidak enaknya (sakit), disebut KARMA yang bermakna “Perbuatan” (Panggawe) dan Buahnya Perbuatan.
Yang dimaksud merasa salah : Mengerti dan mengakui kebenaran pengadilan kodrat.
Sikap hati tentang merasa dan mengakui kebenaran pengadilan, disebut : Bisa menerima, yang dalam Bahasa Arab disebut dengan “Ikhlas”. Itu bagi hati atas pengadilan Kodrat. Yang dalam bahasa Melayu : Sikap hati terhadap keadilan Kodrat.
Rela itu menghilangkan anggapan : SIKSA. Atas apa yang dialaminya, menetapkan KEPERLUAN.
Dan Ikhlas itu yang menghilangkan akibat yang dirasakan oleh “hati”, karena sikap hati SELARAS dengan berjalannya Pengadilan.
Mencari “Kebenaran” menghasilkan : Penerang dan kesantausaan, yaitu kelepasan dan merdeka.
Seseorang yang selalu menggerutu, resah, mengeluh, iri hati dan sebagainya, itu berasal dari : Tidak selarasnya sikap hati dengan adanya pengadilan.
Semua itu mengandung rasa : GUGATAN kepada berjalannya kodrat, yang dirasa tidak adil.
Contoh lainnya : Timbulnya mengeluh, marah, nafsu, sakit hati, menyangkal, mangkel, sakit hati, masgul, benci, kecewa, panas dan sebagainya, itu sudah termasuk cucu dari “kesalahan”. Walau pun tidak bermakna MENGGUGAT kepada pengadilan, akan tetapi salah karena “tidak mengetahui atas kesalahan hati” ketika itu. Kemudian : Walau pun hanya : Iba, tersentuh hatinya, getun, takut, gila, terperanjat dan sejenisnya, oleh karena itu termasuk “Ribuan jenis kesakitan” padahal “sakit: itu akibat dari kesalahan, sehingga ternyata adalah berasal dari kesalahan, yang tidak diketahui asal mulanya..

BAB. IV
M E R A S A

“Merasa” itu pintu masuk menuju : BENAR YANG SEBENARNYA.
Maksud dari “Merasa” : Mengetahui kesalahan atau cela dari diri sendiri.
Kesalahan atau tercela, itu tentu terjerumus, JIKA TIDAK DIBENARKAN atau DIROBAH.
Membetulkan atau merobah itu tidak bisa terlaksana, jika tidak didasari NIAT.
Tidak akan ada Niat : sebelum merasa.
Sepi dari rasa merasa : Gagal dan tidak akan berhasil.
Mengetahui kesalahan atau cela diri, untuk bisa menjadi jelas hanya dengan cara TEKUN dan TELITI.
Sehingga “Niat” untuk mengetahui kesalahan diri itu, dengan tekun dan teliti, itu modal nomor satu, bagi orang yang mencari ilmu yang nyata.
Semakin tekun dan telaten, semakin cukup modalnya, dan sebaliknya : Semakin kurang merasa diri, mengakibatkan kurang tekun.
Berusaha membesarkan “merasa”, dan juga tekun dan telaten mencari kesalahan diri, sebaiknya harus diusahakan, agar supaya JANGAN SAMPAI KURANG CUKUP.
Jika manusia berniat dengan sungguh-sungguh mencari ilmu yang nyata, itu dalam perbuatannya selalu tetap dalam keadaan : WASPADA dan TEPAT memperhatikan KEHENDAK DIRI dalam setiap harinya. Jangan menoleh ketika MENGAWASI HASRAT DIRI, Jangan berubah dalam memperhatikan tumbuhnya “Niat”.
DALAM  MENGENDALIKAN HASRAT DAN Konsentrasi dalam NIAT, itu yang disebut tekun, telaten membetulkan kesalahannya atau merubah cela dirinya.
Mengendalikan dan konsentrasi itu, singkat katanya : Menjalankan kewajiban menyembah yang dilakukan dalam siang dan malam harinya.
Semakin ajeg dalam berusaha, semakin hilang lah penutup dan kotorannya.
Semakin berkurang kesalahannya, semakin mendekat kepada Anugerah (Sifat Ketuhanan).
Mata yang tertutup kotoran mata, melihat : Dunia ini gelap penuh penghalang bagaikan kabut tebal.
Tidak melihatnya mata atas terangnya matahari itu, karena tertutup kotoran yang bernama kotoran mata.
Jika saja pikiran percaya begitu saja kepada  penglihatan mata , itu merupakan kesalahan yang rangkap, yaitu : yang pertama, dalam menetapkan bahwa duni ini, itu gelap penuh dengan kabut. Kedua, karena tidak mengetahui bahwa matanya tertutup kotoran mata.
Pikiran yang percaya begitu saja kepada mata yang  menipu demikian itu, menjadi gambaran bagi manusia yang tidak bisa merasa.
Dalam MENETAPKAN gelap atas dunia, itu sama maknanya dengan dalam menetapkan TIDAK ADA KOTORAN di matanya. Ketepan dua macam yang salah itu tadi, MENGHILANGKAN NIAT untuk membersihkan kotoran. Sehingga, modal nomor satu bagi seseorang yang mencari terangnya mata  yang tertutup kotoran mata itu : MENGAKUI ADANYA KOTORAN MATA YANG BERADA DI MATA, serta berniat MEMBERSIHKAN KOTORAN MATA-NYA.
Penciuman, pendengaran, rasa lidah dan rasa badan itu, itu juga sering menipu seperti penglihatan, ketika ketempatan kotoran atau ketika sakit.
Yang seperti itu, jika PIKIRANNYA TERBAWA, merupakan KESALAHAN YANG RANGKAP bagi pikiran.
Penjelasan di atas itu sebagai contoh : SUKMA ketika  terbawa arus oleh Pancaindra (Angan-angan dan rahsa).
Sukma sebagai ibarat : Pikrian. Mata sebagai ibarat : Angan-angan, rahsa. Hawa nafsu diibaratkan sebagai kotoran mata.
Kotoran atau karena sakitnya pancaindra menyebabkan TIDAK BISA MELIHAT kepada YANG NYATA, seperti penglihatan ketika ditak melihat kepada terangnya  cahaya matahari.
Yang seperti itu jika saja, sukma hanya percaya apa adanya saja (Terbawa arus) kepada angan-angan dan rahsanya, yang menyebabkan kebodohannya menjadi rangkap dua, yaitu : yang pertama, ketika tidak melihat (tidak percaya) kepada Yang Nyata Adanaya, Yang kedua, ketika tidak bisa melihat (tidak mengakui) terhadap kotoran atau sakit yang  bertempat di angan-angan dan rahsanya. Yang pada akhirnya menetapkan bahwa terangnya Yang Nyata itu menjadi TIDAK ADA serta dirinya merasa TIDAK KOTOR.
Mengakui atau mengetahui kotoran dari angan-angan dan rahsa itu tadi, agar bisa MENJADI TERANG, jika dengan cara ketekunan dan teliti di dalam ketenangan (bersih). Semakin tekun dan semakin teliti, semakin terang atas kesalahan dari angan-angan, dan juga cacatnya rahsa. Semakin jelas dan semakin berhati-hati ketika konsentrasi melihat Yang Nyata, semakin berkurang kesalahan karena kotoran, menjadi semakin terang dan jelas penglihatan rahsanya.
Mata yang selamanya tidak bisa melihat kepada terangnya cahaya matahari, disebut “buta”, dan mata yang bisa melihat disebut “Melihat”.
Melihat itu keberuntungan, buta itu sial.
Makna melihat Yang Nyata itu HILANG KESALAHAN DAN SAKITNYA PANCAINDRA, karena telah hilang kotorannya menjadikan semakin terangnya melihat Yang Nyata.
Makna buta kepada Yang Nyata itu, selamanya tidak bisa melihat kepada Yang Nyata, karena pancaindranya sakit atau penuh kotoran (hawa nafsu) sehingga tidak bisa melihat.
Yang demikian itu jika dirasa-rasakan, ternyata : Buta kepada Yang Nyata itu bisa dikatakan Buta yang sangat buta, artinya : Lebih buta dibanding kebutaan mata sejak lahir. Karena : Buta kepada matahari itu  hanya sebentar, dan hanya remeh saja. Sedangkan buta kepada Yang Nyata, itu sangat lama sekali, dan untuk urusan penting yang teramat sangat penting.
Manusia yang MENGAKUI terhadap adanya Yang Nyata, serta tidak bisa melihatnya diakuinya DIKARENAKAN KOTORAN DAN SAKITNYA ANGAN-ANGAN DAN RAHSANYA, manusia yang seperti itu sudah termasuk ribuan dari yang bisa merasa.
Dari daya kekuatan merasa itu tadi, maka akan bisa menumbuhkan niat untuk mencari kesalahan atau kotorannya.
Sedangkan KETEKUNANNYA dan TELITINYA itu, tergantung dari KEPATUHANNYA, yaitu : KUATNYA NIAT.
NYANYIAN MACAPAT : KINANTHI
Mangka kang aran laku // lakune ngelmu sejati // tan dahwen pati openan // tan panasten nota jail // tan njurungi ing kaardan // amung eneng mamrih ening. (Wedhatama Winardi)
Sedangkan yang disebut menjalankan // menjalankan ilmu sejati // tidak usil // tidak mudah terbakar hatinya dan tidak jahil // tidak menuruti hawa nafsu // hanya tenteram agar menjadi hening (tenang) .

BAB. V
RASA SEJATI
Yang manakah : Ujud dari yang disebut Rasa Jati itu?
Ujudnya : tidak bisa dilihat menggunakan mata biasa.
Jika bisa dilihat, jika menggunakan penglihatan gaib.
Jika untuk yang masih kasar, hanya bisa dirasakan saja.
Artinya : Selalu memperhatikan perbedaan antara Rasa dengan yang bernama Rahsa.
Sedangkan ciri tanda yang disebut dengan Rasa Jati, adalah :
Yang mengajak Ikhlas
Yang mengajak Menerima kenyataan dirinya
Yang mengajak Ingat kepada Tuhan
Yang mengajak ketenangan ketenteraman
Yang mengajak Hening
Yang mengajak untuk menyayangi sesamanya
Yang mengajak untuk mempercaya tentang hal batin
Yang mengajak untuk bersyukur kepada Tuhan
Yang mengajak tahan dalam kesendirian
Yang mengajak agar tidak tergesa-gesa
Yang mengajak senang, tidak susah
Yang mengajak agar tidak merasa kuatir
Yang mengajak untuk tidak mudah bosan
Yang mengajak untuk tidak sungkan
Yang percaya dengan kepercayaan yang tebal kepada hal batin.
Yang diringkas menjadi : YANG MENGAJAK KESEJUKAN DAN BERSERAH DIRI.

Akan tetapi, semua itu jangan dikira sudah murni (intisari rasa) karena itu baru ujungnya saja. Masih tercampur dengan kehalusan “Rahsa” (Mutmainah yang halus).
Walau pun demikian – sesiapa yang sudah bisa menggapai ujung dari “Rasa Sejati”, walau pun hanya ujungnya saja, dan masih tercampur rahsa – itu pun sudah ketempatan yang bernama ketenteraman, Kejernihan, keikhlasan, kesabaran dan sebagainya. Sudah menandakan bahwa sudah halus rahsanya.
Seseorang yang dalam pencariannya sudah bisa sedemikian itu, disebut sudah tajam, artinya : Mulai menemukan Rasa Sejatinya.
Seseorang yang sudah tajam Rasa Sejatinya, bisa tekun dalam ibadahnya dengan tidak merasa lelah atau bosan.
Apakah sebabnya? Sebabnya adalah : Yang berjalan itu bukan hanya angan-angan dan rahsa saja; akan tetapi menggunakan pengaruh dari gerak Rasa Sejatinya. Sehingga keteika dalam ketukunannya itu : Rasa Sejati serta angan-angan dan Rahsa : Bergerak aktif semua.
Di situ Rasa Sejati memberi daya kepada keikhlasan, ketenteraman, ketenangan, tahan senddirian, tidak bosan, dan sebagainya. Angan-angan selalu mengingatkan kepada ibadahnya, sedangkan rahsanya, merasakan atas berjalannya angin.
Sedangkan bagi seseorang yang belum memiliki ketajaman, baru sampai kepada angan-angan dan rahsa saja. Sehingga cepat merasa bosan, lelah dan curiga.
Bagaimanakah caranya agar bisa tajam?
Tidak ada lagi selain “Tekun”, membiasakan mengerjakan ibadah serta menegakkan aturan kesusilaan.
Setelah memiliki ketajaman, jika dilakukan terus-menerus dalam pencariannya, semakin lama semakin halus atas rahsanya, sehingga bisa selaras (gathuk) dengan Rasa Sejatinya, di situ barulah mulai bisa menghilang batu di dalam Sukmanya, artinya barulah bisa mengitip kepada wilayah Yang Nyata.
Nyanyian : KINANTHI :
Pangasahe sepi samun // aywa esah ing salami // samangsa wis kawistara // lalandhepe mingis-mingis // pasah wukir reksamuka // kekes srabedaning budi (Wedhatama Winardi).
Dipertajam di tempat sepi dan hening // jangan terputus selamanya // jika telah terlihat // ketajamannya sangat tajam // bisa menghancurkan Gunung Reksamuka // penghancur  penghalang budi.

BAB. VI
SENTAUSA TEGAR TERTUJU

Rasa sejati : Adalah rasa milik manusia sejati.
Untuk agar menjadi ringkas, disebutkan “RASA” saja.
Rasa Sejati atau RASA itu, sebutan bagi wujud yang sangat termat halus.
Manusia sejati dengan RASA, tidak perlu untuk dibedakan, Manusia sejati itu ya RASA.
Ada juga yang menyebutnya dengan sebutan RASUL, yang dimaksud adalah RASA itu tadi.
Manusia sejatin atau RASA itu, tidak memiliki lelah, mengantuk dan lapar. Oleh karena yang demikian itu, seseorang yang sudah memiliki ketajaman Rasa Sejatinya : Pada umumnya tidak memiliki kelelahan, mengantuk dan lapar, jika sedang bekerja di wilayah Batin.
Sebab apakah sehingga orang seperti itu ketika mengerjakan tentang Ilmu seolah tidak memiliki rasa lelah, mengantuk dan lapar? Penyebabnya adalah : Gerak rasanya menjadi penuntun Rahsa. Rasa mendapatkan daya kekuatan dari  Rasa. Sehingga sang “Rasa” banyak beruntungnya karena patuh kepada Rasa, sehingga Rahsa tidak membuatnya alelah, mengantuk dan lapar.
Manusia Sejati atau Rasa : Tidak memiliki watak senang atau susah, yang dayanya menembus  Rahsa, sehingga daya kekuatan rahsa menjadi berkurang, dalam mencari kesenangan atau mendapatkan kesusahan.
Berkurangnya Senang dan susah itu : menumbuhkan selalu ingat dan dalam ketenteraman.
Dan benar juga jika disebut : Tebalnya Ingat dan ketnteraman, menjadikan berkuranganya kesenangan atau kesedihan.
Halusnya senang menyatu dengan ingat : disebut bahagia.
Halusnya susah menyatu dengan ingat : disebut Prihatin.
Halusnya bahagia dan prihatin, bisa menyatu menjadi satu, disebut : Berada di Ingat dan teneteram.
Manusia sejati atau RASA : tidak memiliki watak senang atau benci kepada segala urusan keduniaan. Oleh karena yang demikian itu, sehingga seseorang yang  sudah tajam Rasa sejatinya, pada umumnya jika senang kepada sesuatu : Tidak berlebihan. Demikian juga jika benci kepada sesuatu, tidak berlebihan pula. Justru bagi manusia yang sudah dewasa atas Manusia Sejatinya, hampir tidak memiliki senang atau benci kepada segala sesuatu tentang keduniaan.
Apakah sebabnya? Penyebabnya adalah : Rasa yang bergerak menjadi panutan rahsa. Daya dari RASA : menembus rahsa yang sudah tajam dayanya, sehingga rahsa tidak mempunyai daya kekuatan untuk mengaktifkan RASA SENANG  dan RASA BENCI terhadap segala urusan.
Tipisnya rasa senang dan rasa benci itu : menumbuhnya tetap selalu ingat dan tenteram.
Dan benar juga disebut : Tebalnya ingat dan tenteram membuat tipisnya kesenangan dan kebencian.
Kehalusan rasa senang menyatu dengan Ingat, disebut CINTA atau kasih sayang, Sedangkan kasih sayang ditujukan kepada Rasa Sejati milik semua manusia, tidak pilih-pilih.
Kehalusan kebencian menyatu dengan ingat : disebut memprihatinkan bagi cela orang lain. Di situ tumbuh hasrat : Menolong agar menghilangkan celanya, berdasar kasih sayang.
Manusia sejati atau Rasa; tidak memiliki watak membanggakan diri atau kecil hati.
Membanggakan diri : sama saja mengaku serba bisa, mengaku pintar, bertindak merasa berkuasa dan sebagainya, diringkas : Membesarkan diri karena merasa beruntung dan kuasa.
Kecil hati sama saja dengan : merasa tidak memiliki kekuatan, rendah diri, karena merasa diri rendah, sial, bodoh, celaka dan sebagainya. Diringkas : Merendahkan diri merasa selalu celaka.
Rasa jati tidak ketempata dua rasa yang berlawanan itu tadi, oleh karena itu seseorang yang sudah tajam Rasa Sejatinya, tidak ketempatan rasa membanggakan diri dan tidak ketempatan rasa merendahkan diri. Tidak sombong dan tidak kecil hati.
Apakah sebabnya? Karena : Tidak lain karena kekuatan daya Rasa sejatinya, yang tidak memiliki watak yang demikian. Daya rahsanya menjadi tipis yang selalu mengajak merasa berkuasa dan yang merasa selalu sial. Sehingga tidak merasa panas oleh tingginya angan-angan, dan tidak dingin oleh tidak bersemangat atau kebeuntuan angan-angan.
Semakin berkurangnya merasa beruntung dan merasa sial : Menumbuhkan rasa ingat dan tenteram.
Benar juga disebut dengan : Ingat yang tebal dan tenteram mempengeruhi tipisnya watak merasa besar diri dan  merasa sial.
Halusnya mengaku serba bisa, mengaku pintar, mengaku berkuasa dan sebagainya itu, menyatu dengan Ingat, disebut : Percaya kepada diri sendir (Percaya diri).
Halusnya merasa selalu sial dan merasa rendah, menyatu dengan Ingat, disebut : Berharap hanya kepada Tuhan (Nalangsa marang Pengeran), menyatu dengan ingat, disebut : Berdiri pribadi dan kesucian.
Begitu seterusnya.
Ringkasannyan : Seseorang yang manusia sejatinya sudah dewasa, memiliki watak sentausa, tegar atau ketenangan, jika diterjang oleh besarnya ombak rahsa.
Yang disebut yang harus dialami (panandang) itu, bukan hanya berbagai jenis sakit, kesusahan, benci, marah, miskin, itu saja. Walau pun gemuk, senang, suka, kaya, enak hidupnya, juga disebut godaan (panandang), karena bisa menutup angan-angan menuju Tuhan dan ketenteraman.
NYANYIAN GAMBUH
Sembah raga puniku // pakartani wong amangang laku // susucine asrana saking warih // kang wus lumrah limang wektu // wantu wataking wawaton.
Ibadah raga itu // Perbuatan orang untuk menjalankannya // bersuci menggunakan air // pada umumnya dilakukan lima waktu // menggunakan dasar aturan yang ada.

BAB. VII
MENYATUNYA BUDI DAN ANGAN-ANGAN

a. Menyatunya Rasa dan Budi
Ketika seseorang sedang diam, dan diamnya hingga sampai kepada : Ketenangan yang sebenarnya, di situ, bisa merasakan  : Rasa, yang bukan perasaan dan bukan rasa badan. Itulah yang disebut Rasa Jati.
Rasa Jati itu, adalah KEHALUSAN perasaan hati menyatu dengan KEHALUSAN perasaan badan, menyatu menjadi satu, bertemu di dalam Keheningan.
Ketika seseorang sedang diam, dan diamnya hingga sampai kepada : Ketenangan yang sebenarnya, di situ bisa Ingat, yang ingatnya itu bukan ingatan angan-angan, yaitu ingatnya Budi.
Budi itu sumber dari Ingat kepada Yang Nyata. Ingat yang tidak terputus.
Rasa itu untuk merasakan Kenyataan, Rasanya tanpa terputus.
Rasa Jati dan Ingat itu : menyatu menjadi satu di ketenangan.
Ya INGAT Ya RASA, itu sama saja.
Maknanya, sebagai berikut :
Yang Ingat itu : Rasanya.
Yang merasa itu : Ingatnya.
Penjelasan di atas itu, bermakna menyatunya Budi dan Rasa.
Oleh karena itu, Rasa Jati jangan dikira sama dengan senang, susah, suka, benci, pengharapan, menolak, sakit, kemudahan, manis, asin dan sebagainya.
Ingatnya Budi itu bukan ingat kepada pekerjaan atau ingat kepada kebutuhan, ingat kepada anaknya dan sebagainya. Itu hanya ingatan dari angan-angan.
Saya sebut INGAT KEPADA SESUATU.
Rasa jati itu yang memberi daya kepada ketenteraman yang kekal dan Ingat kepada yang kekal..
Orang yang mengolah tentang batin itu tahan sendirian di tempat kesepian. Mengapa begitu? Karena selama sendirian itu ada yang dirasakan di dalam hatinya, yang menarik kepada ketenteraman. Yaotu ketika merasakan ingatan dari Rasa Jati atau ketika merasakan rasa dari ingat.
Rahsa yang sudah halus diendapkan. Semakin lama semakin terasa atas daya dari Rasa yang Sejati itut adi, dayanya amenembus Rahsa yang halus. Pada akhirnya menjadikan kepuasan dan ketenteraman di dalam hati.
Endapannya atau tenangnya itu, berarti hilangannya gagasan, dan tenangnya rahsa, atau : berkumpulnya angan-angan.
Hilangnya gagasan atau puasnya rahsa itu, menumbuhkan tahan sendirian di tempat yang sepi.
Sehingga, yang menyebabkan seseorang tidak tahan sendirian di tempat yang sepi itu karena tumbuhnya gagasan, karena rahsanya belum mengendap (nafsunya bergelora), atau karena gerak dari angan-angan.
b. Menyatunya Angan-angan dan Budi
Jika sudah bisa merasakan INGATnya RASA ataua RASA INGAT, di situ bisa merasakan PENGLIHATAN BUDI dan RASA, dengan : TIDURNYA badan, artinya : Badan tertidur, seperti tidurnya orang yang tidur pulas sekali, akan tetapi Budi dan Rasanya : Terjaga. Sedangkan angan-angannya : Ikut terjaga, akan tetapi tidak BERANGAN-ANGAN.
Seperti apakah maknanya : Angan-angan terjaga, akantetapi tidak berangan-angan? Penjelasannya adalah : Ikut ingat, yang ingat kesadarannya menyatu dengan ingatnya Budi, oleh karena sudah menjadi satu (selaras) dengan Budi.
Karena ikut INGAT itulah, maka disebut TIDAK TIDUR, karena tidur itu artinya : Lupa, tidak ingat. Sedangkan disebut TIDAK BERANGAN-ANGAN itu : Karena tidak ingat segala kejadian, tidak berubah-ubah seperti cari atas orang yang berangan-angan.
Daya ingat dari angan-angan itu jika berkumpul, menjadi terang dan jernih, berkumpulnya bagaikan sinar matahari menjadi selebar Suryakantha (Kaca pembesar) yang dikumpulkan menggunakan suryakantha.
Angan-angan yang menjadi halus serta memberi umpan kepada budi itu, diumpamakan : ana pangkalnya yang bisa menyambung dengan ujung Budi (akantetapi jangan dibayangkan seperti ujud suatu benda. Kesemuanya itu hanya RASANYA SAJA).
Arti makna menyambung itu : Selaras namun hanya sebagian.
Jika sudah demikian, angan-angan sudah diakui MENJADI SATU dengan Budi. Budi Diakui menjadi satu badan oleh angan-angan. Olehkarena demikian itu, ilmu pengetahuan milik Budi diakui oleh angan-angan. Ilmu pengetahuan milik angan-angan diakui juga oleh Budi.
Kesemuanya itu bermakna : Angan-angan ikut memiliki pengetahuan tentang Yang Nyata. Bidu ikut memiliki ilmu pengetahuan tentang urusan keduniaan, karena sudah sama-sama dalam satu badan.
Hal itu disebut : Saling betatap muka antara Tuhan dan Hamba. Yang disebut Ilmu pengetahuan itu, hasil dari mengetahui. Angan-angan menyimpan Ilmu pengetahuan tentang tata kelahiran (keduniaan). Budi dan Rasa menyimpan ilmu pengetahuan tentang batin (Kenyataan).
Ibadanya CIPTA, itu intinya : Cipta diri selalu mencipta perbuatan yang utama, berisi selalu ingat kepada Tuhan Yanga Maha Esa, arah pusatnya cipta satu kiblat kearah Singgasana tempat duduk milik Allah, di pusat hidup, yaitu inti dari sanubari.
Ibadahnya KALBU, itu ibadahnya Hati yang selalu disucikan dengan cara membangun watak utama. Tujuan hati bebakti dan cinta kepada Tuhan, Setianya tertanam di hati, siang atau malam, ketika bepergian atau sedang di rumah, tetap ingat kepada Tuhan. Tidak ada sesuatu hal yang membuat goncangnya ahati, karena yang ddituju hanya patuh atas perintah Tuhan, dengan dituntun dan peenerang dari Sang Guru Sejati.
Ibadahnya RASA, itu sang Rasa selalu terasa menyembah kepada Allah. Karena cara Cinta dan berbakti dan kasmaran mengabdi kepada Tuhan semakin menjadi-jadi, sehingga rasa perasaannya selalu terasa mendekat kepada hadapan Tuhan.
Ibaratnya adalah seperti rasa perasaan seseorang yang terpisah dengan kekasih hatinya yang sangat dicintainya, walau pun terpisah jauh, akan tetapi tidak ada di rasa perasannya seperti sang kekasihnya berada di hadapannya, yang tergantung di pusat jantung dan terbayang-bayang di pojok mata.

BAB. VIII
MENUNTUK MERASAKAN KEPADA MAKNA MENYAMBUNG DAN MENYATU
Di atas sudah diuraikan tentang terpisah dan menyambungnya antara angan-angan dengan Budi, juga tentang terpisah dan menyambungnya rahsa dengan Rahsa. Dan juga menjelaskan menyatunya Budi dan Rasa.
Olehkarena Budi dan Rasa sudah bercampur menjadi satu, yang kemudian di buku ini ada kata Budi, yang kadang-kadang bermakna : Sudah dengan rasa. Demikian juga jika ada kata Rasa, terkadang dimaknai sudah sama dengan Budi.
Budi dan rasa, kedunya bisa ringkas lagi menjadi : Kajaten (Yang Sejati).
Sekarang akan menguraikan tentang penjelasan yang disebut dengan Menyambung (Gathuk), agar bisa merasakan.
Dengan menggunakan contoh, sebagai berikut : Orang yang membaca buku dengan makan, jika ketika membaca sangat berkonsentrasi memperhatikan isi dari pada buku itu, pasti tidak merasakan rasa dari makanan yang sedang dimakan. Terkadang setelah selesai makan, jika ditanya tentang rasanya : tidak bisa menjelaskannya. Bisa terjadi yang demikian itu, karena angan-angan tidak menyambung dengan rasa lidah. Angan-angannya tidak menyaksikan atas kerja dari rasa lidah, karena sedang tertuju kepada buku, yang akhirnya akan terjadi jarak antara angan-angan dengan rasa lidah.
Sedangkan jika angan-angan sedang tertuju kepada rasa dari makanan, maka anga-angan tersambung dengan rasa di lidah. Jika demikian, rasa di lidah menjadi satu dengan angan-angan. Gerak rasa di lidah dipahami oleh angan-angan. Yang pada akhirnya hasil dari kerja rasa di lidah itu akan diakui oleh angan-angan. Artinya : Angan-angan memiliki pengetahuan yang berasal dari lidah, sehingga setelah selesai makan, angan-angan menyimpan pengetahuan dari lidah.
Seseorang yang jarinya sedang meraba sesuatu benda sambil dirasakan, seperti : Meraba beludru, otot atau detak jantung, walau pun orang itu sedang menghadap ke jalan dengan membuka matanya, akan tetapi tidak mengetahui suasana yang ada di jalan. Hal itu terjadi karena angan-angan tidak tersambung dengan penglihatan, karena sedang menyambung dengan perasaan jari. Sehingga pada waktu itu, angan-angan tidak memiliki pengetahuan yang berasal dari penglihatan, hanya mendapatkan pengetahuan dari perasaan di jari.
Penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa di lidah dan rasa seluruh badan, kesemuanya jika sedang aktif namun tidak disaksikan oleh angan-angan, (tidak tersambung denegan angan-angan) Artinya : Angan-angan tidak mendapatkan pengetahuan yang berasal dari lima indra tersebut.
Seseorang yang sedang bermimpi yang angan-angannya tidak tersambung dengan sifat ingatan kehewanan(Hewani, roh jasmani) itu setelah terbangun dari tidurnya : lupa semua atas mimpinya itu. Bagaikan : Bermimpi yang belum sampai terbangun kemudian tertidur lagi, walau pun semalam suntuk bermimpi terus-menerus, akan tetapi pada pagi harinya semua mimpinya terlupakan. Terjadi hal yang demikian, karena daya dari roh hewani (ingatan kehewanan) tidak tersambung dengan angan-angan, artinya : Perbuatan yang dilakukan oleh ingatan kehewanan tidak disaksikan oleh angan-angan. Sehingga : angan-angan tidak mengakui atas hasil dari sifat kehewanan, selama terpisah dengan angan-angannya. Sedangkan jika kehewanan terhubung dengan angan-angan, contohnya : Ketika sedang bermimpi tiba-tiba terbangun, maka setelah terbangun dari tidurnya : Angan-angan kemudian terhubung menjadi satu badan (Pangkal dari kehewanan terhubung dengan ujung anga-angan).
Bukan hanya tidur saja, walau pun sedang terjaga, jika kehewanan bekerja aktif namun meninggalkan angan-angan, pastilah angan-angan tidak mengakuinya. Contohnya : Kerja dari anggota dan ucapan yang disebut  “Bendana atau saradan” (berjalan denga sendirinya), itu adalah aktif dengan sendirinya tanpa ada niatan dan tidak terasa. Sehingga tidak diakui (tidak dirasakan) oleh angan-angan.
Tidak kurang, orang yang bermimpi atau mengigau dalam keadaan terjaga, hal itu disebabkan sifat kehewanan sedang aktif, yang tidak dikendalikan oleh angan-angan.
Seseorangn yang TIDAK merasakan rasa bersyukur dan rasa ikhlas menerima, pada waktu itu, anga-angannya tidak TERHUBUNG dengan Mutmainah karena sedang terhubung dengan aamarah dan supiyah. Sebaliknya : Yang sedang merasakan rasa bersyukur dan rasa ikhlas menerima, angan-angannya mendapat pengetahuan yang berasal dari Mutmainah.
Seseorang yang mementingkan bersyukur, angan-angan akrab dan sepakat dengan rasa yang bersifat neraka, banyak pengetahuannya tentang sifat neraka.
Angan-angan itu bisa tersambung dengan keduniaan, bisa terhubung dengan sifat surga, bisa tersambung dengan Kajaten (Yang Sejati).
Seseorang yang angan-angannya tidak terhubung dengan Yang Sejati (Budi Rasa), tentunya tidak memiliki pengetahuan tentang Yang Nyata.
Yang hanya terhubung dengan Yang Sejati, maka ilmunya adalah di WILAYAH yang Sejati.
Yang sudah menyatu dengan Yang Sejati, itulah MALIGINING (hanya ada) Yang Sejati.
Tidur, itu artinya : Angan-angan tidak aktif  (tidak bekerja) Terjaga itu artinya : Angan-angan bekerja (mengetahui).
Tidur lupa, itu artinya : Angan-angan tidak terhubung denga sesuatu, tidak terhubung dengan Yang Sejati dan dengan keduniaan. Sehingga tentunya tidak mengetahui segala sesuatu.
Tidur ingat, itu artinya : Angan-angan tersambung dengan Yang Sejati, tidak tersambung dengan keduniaan.
Terjaga lupa, itu artinya : Angan-angan tidak terhubung dengan Yang Sejati, hanya terhubung dengan keduniaan.
Terjaga ingat, itu artinya : Angan-angan terhubung dengan Yang Sejati dan juga dengan keduniaan.
Barangsiapa yang sida bisa terjaga dan Ingat, tentu bisa tidur dan ingat, karena angan-angannya sudah bisa terhubung ke sana kemari, dan mendapatkan ilmu Yang Nyata dan pengetahuan tentang keduniaan.
Rasajati, Budi atau Manusia Sejati, itu selalu kaya pengetahuan tentang batin yang tidak terputus, selalu merasa tentang batas besarnya, serta selalu ingat dan sadar tanpa terputus, selalu merasa tentang Gaibnya rasa. Sayangnya kadang itu terbungkus di diri manusia, yang angan-angannya belum bisa terhubung dengan Yang Sejati, karena RAHSANYA masih kasar dan angan-angannya masuh terlalu mudah berubah-ubah. Bagian dari Pancaindranya belum ada yang halus, yang bisa selaras dengan Wilayah Yang Sejati.
Jika angan-angannya terbiasa dipertajam dan juga Rahsa-nya sering di endapkan, tentulah semakin lama semakin selaras dengan Yang Sejati, angan-angan semakin selaras dengan Budi, Rahsa semakin selaras dengan Rasa.
Jika Pancaindra (Angan-angan dan Rahsa) Sudah ada bagiannya yang halus, atau sudah selaras dengan Yang Sejati, di situlah angan-angan dan rahsa menyatu atau berkumpul dengan Budi.
Oleh karena angan-angan sudah bisa menyatu dengan Budi, sedangkan budi itu memiliki Yang Sejati, sehingga angan-angan juga memiliki ilmu Yang Sejati. Sehingga walau pun dipergunakan tidur atau jaga, angan-angan membawa pengetahuan tentang Yang Sejati. Seseorang yang sudah sedemikian itu disebut orang yang Berpengetahuan, yang dimaksud adalah mengetahui Yang Sejati, yang dalam kata di dalam Bahasa arab disebut dengan “Ma’rifat”.
Orang yang tidur dan lupa : itu sahir dan Kabir-nya sirna, dan angan-angannya tidak memiliki pengetahuan tentang Yang Sejati, karena tidak tersambung dengan Budi.
Orang tidur dan ingat, itu sahir kabirnya hilang, akantetapi mempunyai pengetahuan tentang Yang Sejati, karena angan-angannya terhubung dengan Yang Sejati.
Orang meninggal dunia dan lupa, iru sahir kabirnya tidak hilang, namun sahir dan kabirnya itu berganti dengan yang lebih halus lagi bahan-bahannya.
Orang meninggal dunia dan Ingat, itu sahir kabirnya dirna menjadi Yang Nyata, serta kemudian menguasai segala sahir dan kabir.
Orang meninggal dunia dan mengalami surga, itu sahir kabirnya tidak musnah, namun menjadi lebih urut dan selaras dibanding dengan sifat raga.
Orang meninggal dunia yang mengalami neraka itu, sahir kabirnya tidak hilang, namun bahan-bahannya lebih halus dibanding sifat raganya, akan tetapi tidak urut dan tidak selaras.
(Penjelasan selanjutnya tentang Sahir dan Kabir, diuraikan di bab. 10).
NYANYIAN KINANTHI
Dene awas tegesipun// weruh warananing urip // miwah wisesaning tunggal // kang atunggil rina wengi // kang mukitan ing sakarsa // gumelar ngalam sakalir.
Sedangkan makna awas (tajam mata batinnya) // adalah mengetahui segala tipuan hidup // serta kekuasaan Yang Maha Tunggal // Yang menyatu di siang dan malam hari // yang Mukhid dalam segala kehendaknya // hingga tergelarlah seluruh alam.
Asywa sembrana ing kalbu // wawasen wuwus sireki // ing kono yekti karasa // dudu ucape pribadi // marma den sembadeng sedya // wewesen praptaning uwis. (Wedhatama Winardi)
Jangan semaunya tentang cetusan kalbu // telaah dan pikir terlebih dauhulu atas semua ucapanmu // maka akan terasa // bahwa bukan ucapan yang berasal dari diri sendiri // Teguhlah dalam segala daya upaya // bertahanlah hingga sampai pada akhirnya.

BAB. IX
DAYA YANG SATU

Jika gambang (salah satu jenis bagian alat musik jawa) wilahan gulu, dibunyikan, Gender (salah satu jenis bagian alat musik jawa) yang berada di dekatnya : Wilahan gulu ikut dibunyikan, sehingga berbunyi menggema. Wilahan yang lainnya yang bukan gulu : tidak ikut berbunyi, karena tidak selaras. Jika yang dibunyikan wilahan enam, maka wilahan gender yang enam yang berbunyi, karena dalam satu laras nada.
Musik di radio yang sama laras nadanya, walau terpisah jauh, jika yang satu dibunyikan, yang lain ikut berbunyi, contohnya : di Negara Ingris menghidupkan musidk di radio, orang-orang di negara Darwis atau Jerman terkadang ikut berdansa, karena alat musiknya ikut berbunyi (Pemancar radionya sama).
Dewa di Suralaya bisa memberikan sasmita kepada manusia di Arcapada, jika manusia yang diberi sasmita itu rasa perasaanya bisa selaras terhubung (satu laras nadanya), dengan Dewa yang memberi sasmita.
Seseorang yang berada di Surakarta, bisa menggerakan hati orang yang berada di Surabaya, jika sudah sama halusnya dan nada laras hatinya sama.
Manusia sejati (Rasa) bisa memberi sasmita kepada Pancaindra (orangngya), jika Pancaindra yang masuk di alam yang Sejati itu “ sudah banyak bagiannya yang halus, yaitu jika pangkal angan-angan dan rahsa sudah selaras nadanya dengan ujung Rasa.
Sehingga ternyata : Getaran yang menyatu dalam satu laras berwatak mempunyai daya yang sama, bisa saling pengaruh mempengaruhi, atau saling memberi tahu, tidak terhalang jarak jauhnya.
Daya penglihatan : mengatahui terangnya cahaya matahari dan bentuk rupa yang bermacam-macam, yang memancarkan sinar, yang merah, hijau dan sebagainya.
Penglihatan menetapkan bahwa terangnya cahaya matahari dan segala betuk rupa itu : ada. Akantetapi tidak akan menganggap kepada adanya suara (meniadakan bahwa suara itu ada).
Pendengaran menetapkan bahwa suara itu ada (mengiyakan terhadap adanya suara). Akantetapi tidak menganggap kepada adanya cahaya dan warna.
Kapankah penglihatan bisa mengetahui suara? Itu sama sekali tidak bisa diharapkan. Karena, pasti tidak akan terjadi untuk selama-lamanya, karena tidak ada suara yang berada di alam penglihatan. Sejak ADA hingga SIRNA : Penglihatan itu akan tetap menjadi penglihatan saja, sedangkan – selagi masih menjadi penglihatan : Sudah ditetapkan (di nas) tidak akan bisa melihat suara.
Kapankah pendengaran bisa mendengar segala bentuk rupa? Itu sama sekali tidak bisa diharapkan, karena pasti tidak akan bisa terjadi untuk selama-lamanya, karena tidak ada segala bentuk rupa yang berada di tempat  alam pendengaran. Sejak ADA hingga SIRNA : pendengaran itu akan tetap menjadi pendengaran saja. Sedangkan – selama masih menjadi pendengaran, di tetapkan (di nas) tidak mengetahui segala bentuk rupa.
Penglihatan dan pendengaran disebut tidak dalam satu alam, bukan satu daya.
Penciuman, itu beda lagi daya atau alamnya. Di alam penciuman ada lagi keadaan yang tidak bisa berada di alam penglihatan dan juga di alam pendengaran, itulah yang disebut bebauan. Contohnya : wangi, menyengat, bau busuk dan sebagainya. Penglihatan dan pendengaran sama-sama menetapkan bahwa, wangi, menyengat, bau busuk itu tidak ada. Penciuman menetapkan bahwa wangi, menyengat, bau busuk itu, pasti adanya, akantetapi merah, hijau : tidak ada, demikian juga gemerincing dan suara ledakan itu tidak ada.
Singkat kata : tiga indra itu, saling menyalahkan, saling bantah. Hanya bisa menetapkan atas keyakinannya sendiri-sendiri.
Rasa di lidah itu, bagaimana? Di atas itu semua, dibantah adanya oleh rasa di lidah. Rasa di lidah menetapkan bahwa di dunia ini yang ada itu hanya : manis, pahit, gurih dan sebagainya. Tidak ada bentuk rupa, tidak ada suara, tidak ada bebauan. Karena di dunia rasa lidah itu : dicari pun, tidak akan bisa ditemukan dengan yang bernama merah, hijau, gemerincing, suara ledakan, wangi, bau busuk.
Bagaimanakah rasa badan? Semua yang di atas itu di bantah keberadannya oleh rasa badan. Dan yang didtetapkan adanya hanya : Kasar, halus, dingin, panas, gatal, geli dan sebagainya. Sama sekali tidak mengetahui tentang yang disebut Merah, hijau, serta pancaran cahaya yang berkelap-kelip. Tidak mengetahui maksud dari yang disebut wangi, bau menyengat, bau busuk, dan sama sekali tidak mengetahui rasa pahit manis.
Piranti alat yang lima itu, saya sebut lawan dari pancaindra, karena kegunaanya untuk membantah (melawan) daya dari pancaindra.
Lima alat itu di rajai (dikuasai) oleh angan-angan.
Angan-angan itu lebih halus dibandingkan dengan lima alat itu tadi, sehingga bisa memuat dan menguasai kepada pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh oleh lima alat itu. Walau pun lima macam alat itu saling membantah dan saling menyalahkan antara yang satu dengan lainnya, akan tetapi, angan-angan mengakui kepada keyakinan masing-masing alat itu, tidak ada yang di tiadakan. Mengapa demikian? Karena angan-angan itu lebih halus.
Sedangkan yang lebih halus itu bisa memuat kepada yang kasar.
Semua hal yang kasar : memiliki watak sempit, hanya mengakui atas keyakinannya sendiri saja, menyalahkan keyakinan yang lain, serta hasrtanya itu : mengajak berpisah.
Segala yang ghalus, berwatak luas, menguasai dan memuat, bisa menyatu masuk menyelaraskan diri kepada keyakinan orang lain yang lebih kasar, serta berwatak : Mengjak menyatu, tidak mengajak untuk berpisah. Seperti itulah watak dari Kodrat.
Olehkarena anga-angan itu menguasai dan memuat semua ilmu yang berasal dari lima alat pancaindra yang sudah disebutkan di atas, sehingga angan-angan menyimpan pengetahuan yang banyak dari karena menghimpun yang diperoleh oleh lima alat pancaindra.
Apakah anga-angan itu sudah termat sangat halus? BELUM!!!!
Yang lebih halus dibanding angan-angan yaitu : BUDI atau Rasa Jati  (Manusia Sejati).
Manusia Sejati bisa memuat serta bisa menghimpun pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari alam angan-angan dan alam rahsa.
Pengalaman milik angan-angan dan rahsa, ada yang disebut Surga, Alam para Dewa, Ka-Endran, dunia peri, jin, dan sebagainya. Walau pun dari amsing-masing jenis itu saling menyalahkan, hanya meyakini keyakinannya sendiri saja, akan tetapi semua diakui kebenarannya oleh Manusia Sejati. Bahkan Manusia Sejati justru memperoleh pengetahuan yang tanpa batas banyaknya dan besarnya, dihimpun dari pengalaman di alam yang berbagai macam. Hasil menghimpun itu menjadi sarana untuk mengapai kesempurnaan atau Penyatuan.
Penglihatan si A walau pun dekat dengan pendengarannya sendiri, akantetapi tidak saling memberi tahu dengan pendengarannya sendiri, tidak saling memberi tahu dengan si A itu sendiri, itu disebut : Tidak berada di alam yang sama.
Penglihatan si A, walau pun jauh dengan penglihatan si B, akantetapi saling memberi tahu dengan penglihatan si B, itu yang disebut berada di alam yang sama. Demikian juga pendengaran si B satu alam dengan pendengaran si A dan si C.
Saling memberi tahu itu bermakna : saling menyaksikan tentang keadaan yang dialami.
Penglihatan si A, B, C dan D – saling menyaksikan bersama bahwa suara itu ada.
Demikian dan seterusnya, dan kesemuanya itu disaksikan oleh angan-angan. Pada akhirnya manusia kemudian menyaksikan bahwa dunia ini ada.
Surga diakui keberadaannya oleh makhluk yang memiliki rasa tentang surga (Mutmainah dan angan-angan yang benar). Makhluk yang mengalaminya saling saksi menyaksikan dan berani bersumpah, mengenai keberadaannya. Neraka diakui keberadaannya oleh makhluk yang ketempatan rasa tentang setan (Amarah dan angan-angan yang gelap). Alam Jin diakui oleh makhluk yang tebal rasa imannya (Supiyah dan angan-angan yang kurang terang). Alam dunia diakui oleh makhluk yang memiliki rasa tentang raga (rasa jasmani). Alam penasaran atau alam makhluk halus, diakui oleh makhluk yang ketempatan roh kehewanan, (Angan-angan yang terlalu sangat gelap),
Manuisa sejati lebih halus dibanding angan-angan dan rahsa yang sudah tersebut itu semua, sehingga bisa memuat semua pengetahuan-pengetahuan yang dialami oleh makhluk yang bermacam jenisnya yang berada di alam yang berbeda-beda tersebut di atas, dengan tujuan agar supaya bisa mengalami pengalaman yang bermacam-macam itu, tersimpan di dalam badan yang kekal.
Sangat besar manfaatnya memiliki banyak pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang bermacam-macam, karena dayanya meluhurkan derajat Manusia Sejati, hingga bisa menggapai kepada Penyatuan.
Orang tidur dan jaga, orang hidup dan mati, walau pun ORANGNYA tidak mengakui terhadap alam-alam itu, akan tetapi MANUSIANYA YANG SEJATI : Mengakui serta selalu mendapatkan pengetahuan dari karena berulang-ulang terlahir kembali serta mengalami pengalaman yang bermacam-macam, baik yang halus dan yang kasar, yang luhur dan yang rendah, yang terang dan yagn gelap, yang mulia dan yang sengsara.
Pengetahuan-pengetahuan itu semua belum dikabarkan-luaskan kepada orangnya (Pancaindranya yang merasuki dirinya) itu bukan karena sungkan, hanya karena pancaindranya (orangnya) belum bisa menerima kabar, karena masih tersesat.
Jika pancaindra semakin halus, karena tekun dan rutin mencari pengetahuan tentang batin, itu semakin lama semakin bisa menerima kabar berita dari sedikit, di dalam batinnya sendiri. Semakin halus maka semakin terang dalam menerima kabar berita dirinya dari batin sendiri. Semakin halus semakin jelas dalam menerima kabar berita.
Yang disebut kabar itu, tumvuhnya Budi (Rasa) di dalam sanubarinya.
Mengerti itu : Daya kodrat manuisa”, yaitu : Mengerti karena berfikir (pikiran), mengerti karena terasa (merasakan, merenungkan),
MENGERTI, bisa juga karena “Daya Gaib milik Tuhan” (Terbuka).

BAB. X
PENJELASAN YANG DISEBUT SAHIR DAN KABIR

A. Penglihatan itu memiliki rasa. Rasa dari penglihatan itu, bernama Melihat.
Hasil dari melihat bernama : Pengetahuan, pengetahuan penglihatan  disebut : Segala rupa, contohnya : warna merah, cahaya yang terang dan gelap, rupa dari manusia, hewan dan sebagainya.
Penglihatan itu mengira bahwa segala rupa (segala bentuk)  itu berada di luar penglihatan. Tidak mengira (lupa) bahwa itu hanyalah rasa milik penglihatan. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut :
Karena berasal dari rasa milik penglihatan (melihat) di situlah penglihatan kemudian menganggap, bahwa di luar mata itu ada sesuatu. Sedangkan yang saya sebut sesuatu itu : yaitu segala rupa itu tadi (ingatlah orang yang bercermin, penglihatan mengira ada bentuk rupa di belakang cermin, karena terasa getaran cahayanya).
Ujud rupa atau warna itu KABIR bagi  alam penglihatan. Sedangkan penglihatan itu SAHIR, bagi alam segala rupa.

B. Pendengaran itu memiliki rasa. Rasa dari pendengaran bernama : Mendengar.
Hasil yang diperoleh dari mendengar, bernama pengetahuan, yaitu : Yang di dengar, Ujudnya : Suara. Contohnya : Gemerincing, berdentum, berdesir dan sebagainya.
Bagi pendengaran mengira bahwa suara itu berada di luar pendengaran, tidak mengira (lupa) bahwa itu adalah rasa dari pendengaran. Lebih jelasnya, sebagai  berikut :
Dikarenakan rasa milik dari pendengaran (mendengar), di situ pendengaran kemudian menganggap, bahwa itu di luar telinga bahwa ada sesuatu. Yang saya sebut sesuatu itu, yaitu yang disebut suara. (Ingatlah : Kuping mendengar suara gaduh ketika kuping ditutup rapat, sehingga mengira ada suara yang mendenging di luar telinga. Itu dikarenakan rasa.
Suara itu KABIR bagi alam pendengaran. Pendengaran itu SAHIR bagi alam mili suara.

C. Penciuman itu memilki rasa. Rasa milik penciuman itu, bernama Mencium.
Hasil yang diperoleh dari mencium disebut juga Pengetahuan, yaitu : bau=bauan, contohnya : Wangi, menyengat, bau busuk dan sebagainya.
Sang penciuman mengira, bahwa bau-bauan itu berada di luar penciuman. Tidak mengira (lupa) bahwa bau-bauan itu hara sebuah rasa bagi penciuman. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
Disebabkan karena rasa dari penciuman, di situ penciuman kemudian mempunyai anggapan bahwa di luar hidung itu ada sesuatu. Yang saya sebut sesuatu itu yaitu yang bernama bau-bauan yang diluar hidung dikiranya malah hilang.
Bau-bauan itu Kabir, bagi alam penciuman. Penciuman itu Sahir bagi alam bau-bauan.

D. Manis, asin dan sejenisnya : dianggap berada di luar lidah, oleh perasa lidah. Artinya : Yang didtetapkan manis itu adalah gulanya. Yang ditetapkan asin itu garamnya. Ilat itu sendiri tidak mengira (lupa) yang menyebabkan adanya rasa manis atau asin itu adalah rasa di lidah itu sendiri. Ingatlah bahwa bagi orang sakit itu, nasi rirasanya pahit, ikan dikiranya tidak enak.
Yang manis-manis dan yang asin-asin itu KABIR bagi perasa lidah. Sedangkan Perasa lidah itu SAHIR bagi yang manis-manis atau yagn asin-asin.

E. Panas dingin, halus kasar dan sejenisnya : dianggap di luar badan. Yang ditetapkan panas adalah api. Yang ditetapkan dingin itu airnya. Sedangkan adanya rasa yang bernama panas atau dingin itu bersumber dari gerak rasa di badan. Apinya dan aairnya sebenarnya adalah ujud getaran. Getaran itu bisa dibuat panas atau tidak (ingatlah orang sakit, semua yang di luar badan dikiranya tidak meng-enakan badan).
Semua yang tersebut di atas : dipikir – seperti pikiran di huruf E.
Panas dingin dan sejenisnya itu KABIR bagi rasa badan. Rasa badan itu SAHIR bagi alam milik panas dingin.
F. Oleh karne penglihatan memiliki pengetahuan yang disebut : rupa/bentuk, pendengaran memiliki pengetahuan yang disebut “Suara”, penciuman mempunyai pengetahuan yang disebut, bau-bauan, rasa lidah memiliki pengetahuan yang disebut, manis asin, rasa badan mempunyai pengetahuan yang disebut : Panas dingin, dari berkemupulnya semua itu ... di situ diri kemudian mempunyai anggapan, bahwa di luar rasa diri ada sesuatu.
Sedangkan yang saya sebut sesuatu di luar diri itu : yaitu yang disebut JAGAD (DUNIA), cuntohnya : Alam dunia ini.
Dunia ini itu KABIR bagi RASA DIRI, sedangkan RASA DIRI itu sahir bagi Dunia ini.
Yang saya sebut rasa diri iru rasa yang satu yang terbentuknya  berasal dari bercampurnya seluru rasa perasaan, disingkat : Rasa Pancaindra dianggap SATU.
Semua orang memiliki pengetahuan  tentang ADANYA dan Keadaan dunia itu, karena adanya rasa diri, bukan rasa diri dari pengetahuan tentang adanya dunia. Akantetapi terjadinya itu bersamaan.
Hilangnya pengetahuan tentang adanya dunia, berasal dari hilangnya rasa diri. Akantetapi dalam hilangnya itu bersamaan.
Tambahan penjelasannya adalah, sebagai berikut :
Diri itu memiliki rasa, Rasa diri itu disebut : Melihat. Hasil dari melihat disebut : Pengetahuan.
Pengetahuan diri, contohnya : Rupa yang bermacam-macam, bau-bauan yang bermacam-macam ditambah rasa sentuhan kulit ditambah rasa senang dan susah dan sebagainya ditambah rasa angan-angan yang disebut pikiran (Contoh : mengetahui = mengerti) bahwa jika 3 kali 4 itu ada duabelas dan sebagainya samadengan Itu semua diringkas dengan sebutan Pengetahuan diri (Pengetahuan dalam tata lahir).
Sang diri mengira bahwa yang tersebut itu semua BERADA DI LUAR RASA diri. Tidak mengira (lupa) bahwa itu semua hanya RASA DIRI. Lebih jelasnya lagi : Oleh karena  rasa diri (mengetahui, mengerti, merasa), di situ diri kemudian mempunyai anggapan, jika  di luar diri : Ada sesuatu. Sedangkan yang saya sebut sesuatu itu : Dunia yang tergelar.

G. Halusnya nafsu Mutmainah, tertembus terangnya angan-angan, itu merupakan rasa. Rasanya itu juga disebut : Memahami.
Hasil dari pengetahuan juga disebut : Pengetahuan. Pengetahuan dari mutmainah menyatu dengan pengetahuan dari ingatan yang terang, yaitu yang disebut : Rasa tentang surga, contohnya : Tergelarnya surga yangg menyenangkan, menenteramkan, indah dilihat dan dirasa, membuat puas dan dingin serta merasa bebas. Manusia di surga, penuh kasih dan menyenangkan...... dan sebagainya.
Sedangkan pengetahuan angan-angan yang terang, yaitu : Suasana di surga yang selalu dalam keadaan terang, semua serba jelas, tidak ada yang membingungkan pikiran, selaras serta urut dengan jalannya penalaran (pikiran). Yang seperti itu juga karena berasal dari daya rasa diri yang senang, tenteram, manis, penuh kasih sayang, puas, tenang, merdeka dan juga rasa dari ingatan yang terang, bening, menembus, mengetahui yang belum terjadi. Kesemuanya yang dilihatnya, yang dipikirkan dan yang dirasakan : Terlihat indah, cantik, bersih, manis, menyenangkan, menenangkan hati, menenteramkan. Karena juga berasal dari RASA MUTMAINAH ITU SENDIRI.
Sehingga yang menarik, yang indah, manis, yang menyenangkan dan sebagainya itu, MUTMAINAH! Bekal yang menjadi rasa yang demikian itu getarannya sama dengan getaran luar, yang dayan kekuatannya membangkitkan rasa yang demikian itu.
Semua yang diingatnya di suasan surga, membuat terangnya ingatan, itu juga karena ingatan diri sendiri yang memang sudah terang. Apa pun yang dilihatnya terlihat jelas, tanpa penghalang, itu dikarenakan berasal dari penglihatan sendiri yang karena dasar waspada.
Demikian itu seterusnya (semoga direnungkan dipkir dengan jernih dan ditelaah dengan rasa yang dalam).
Jiwa-jiwa yang memilik rasa yang sama selaras (satu alam) juga sama-sama saling memberitahukan, saling menyaksikan atas adanya suasana yang dialami, juga berani bersumpah mengakui tentang keberadaannya.
Jiwa-jiwa yang satu rasa tentang surga, berwatak saling mengasihi, saling mencintai karena sama-sama terlihat menyenangkan hati dan sama-sama menarik hati, dan juga berbudi lurus, jujur-jujur dan terlihat iba hati, tidak ada wajah cemberut atau yang menyebalkan, tidak ada tingkah laku yang kasar, tidak ada rasa membekas jelek, menyusahkan dan mengawatirkan, saling percaya mempercayai hingga terus ke dalam hati sanubari, seperti saudara kandung sendiri yang saling mencintai (anak kecil yang manis, menyenangkan hati dan menarik hati, itu sehingga memiliki sifat yang demikian itu karena, karena masih banyak bekas watak-watk yang berasal dari surga, belum banyak terkontaminasi dari nafsu supiyah, amarah dan aluamah).
Karena halus dan kasarnya mutmainah dan angan-angan masing-masing orang : tidak sama, sehingga yang disbut surga itu tidak ada tingkatannya.
Yang disebut surga tingkatan bawah (kasar) yaitu : rasa diri yang mutmainahnya masih terampur dengan supiyah sebagian.
Surga itu Kabir bagi alam milik rasa diri yang halus. Sedangkan rasa diri yang halus itu Sahir bagi alam milik surga.
Rasa tentang surga mengira bahwa surga itu berada di luar rasa perasaan, terlupa bahwa keberadaan tentang surga itu tergantung kepada gerak dari angan-angan dan rahsanya.
Itu maknanya adalah sebagai berikut : Yang ditetapkan menyenangkan, indah, membuat tenang dan sebagainya itu, keadaan di luar rasa perasaan. Tidak ingat bahwa keberadaan suasana yang demikian itu tergantung kepada rasa perasaan dirinya sendiri. Sedangkan yang berada di luar rasa perasaan itu sebenarnya getaran yang hidup (Daya hidup) yang kekuatannya bisa menggugah semua rasa perasaan. Harap berhenti sebentar dalam membacanya, untuk merenungkan dan memikirkannya.
Ilmu Pengetahuan Exakta (nyata) dan Ilmu Abstrak (tanpa ujud), keduaya disebut pengetahuan, akrena berasal dari “bergeraknya tahu”.
Oleh karena keadaan yang tersebut di atas itu : tidak mudah untuk dipahami dan diterima oleh semua orang, barangkali saja pembaca buku ini bertanya seperti ini : APAKAH ITU TADI MENIPU (TIDAK NYATA) ?? MENGAPA DISEBUT HANYA TERGANTUNG DARI RASA PERASAAN SAJA.
Penjelsannya adalah sebagai berikut :
Bagi YANG NYATA : memang benar menipu, karena bukan yang nyata (bukan yang sejati), oleh karena itu, memang benar bahwa tentang surga dan seluruh alam di luar Ketuhanan disebut bukan yang sejati, karena bukan keadaan yang sejati (Bukan sejatinya keadaan), mengapa disebut bukan yang nyata itu artinya : bukan keadaan yang LEBIH DARI NYATA.
Akantetapi, walau pun demikian, tenangkan dulu dalam berpikir, jangan menggampangkan dulu, sebaiknya dipikir-pikir kembali, seperti berikut :
Apakah pembaca buku itu membantah kepada adanya segala rupa, bebauan, suara dan sebagainya, karena hanya tergantung di rasa perasaan saja? Tentunya tidak demikian, bukan?
Selanjutnya : Apakah pembaca buku ini membohongi kepada adanya dunia, karena hanya tergantung pada rasa perasaan? Tentunya tidak juga. Karena banyak yang menyaksikan bahwa alam dunia itu memang benar-benar adanya, dan berani bersumpah.
Yang ini, setelah ddirasakan kemudian dipikir lagi, seperti berikut :
Selah saya (yang membaca) menetapkan tentang adanya dunia (karena memang nyata), apakah kemudian menetapkan bahwa dunia itu keadaan yang sejati (Yang nyata danya)? Tentunya tidak!!
Setelah di pikir-pikir lagi dan dirasa-rasakan lagi, kemudian ditimbang-timbang, seperti ini : Maka dari itu, oleh akrena dunia, yang ternyata bentuknya demikian ini, aku tidak bisa menganggap tidak ada atas keberadaannya, apalagi tentang SURGA YANG LEBIH NYATA DIBANDING DUNIA, serta yang lebih halus dan luhur dibanding alam dunia, jika bisa menganggap tidak ada (menganggap keadaan yang bukan sebenarnya). Tentunya sangat tidak masuk akal jika bisa menganggap keadaan yang tidak nyata.
Ditimbang saja tentang yang ada terlebih dahulu, contohnya : tentang rupa, yang tidak berada di penglihatan, atau tentang suara yang tidak berada di telinga, dan sebagainya. Baru tentang yang demikian itu saja, sudah sangat rumit untuk memahaminya, bagaimana lagi agar bisa menganggap tidak ada tentang adanya alam luhur yang lebih nyata dibanding dunia yang jika dipikir hanya ada di rasa perasaan saja. Tentunya sangat tidak mungkin, benarkah demikian?
Oleh karena itu, ringkasnya uraian adalah sebagai berikut : angan-angan dan rahsa memang tidak berbohong tentang adanya alam yang beraneka ragam yang dialaminya. Akantetapi YANG SEJATI tidak menganggap keadaan Yang Nyata (yang sejati) kepada semua itu.
Lebih jelasnya lagi,s ebagai berikut : Angan-angan dan rahsa diri sendiri, tidak dianggap keadaan Yang Sejati oleh Yang Nyata, karena angan-angan dan rahsa itu tadi sesuatu yang baru bagi Yang Sejati, karena semua itu suatu ujud yang tadinya tidak ada, kemudian ada, yang kemudian tidak ada lagi.
Sedangkan yang disebut Kenyataan atau yang Sejati itu : Tidak pernah ada, serta : Tidak akan tidak ada. Pedomannya : Segala sesuatu yang adanya didahului tidak ada, serta ada batas akhirnya : Tidak ada, itu bukan keadaan Yang Sejati bagi Yang Nyata, akantetapi : Benar adanya bagi pancaindra 1). Bisa diringkas : Kenyataan akana tetapi bukan : YANG NYATA ADANYA.
Mengapa mahluk tidak bisa menganggap tidak ada atas adanya pengalaman yang dialami : Dibahasakan dikuasai di bawah kekuasaan Kodrat.
----------------------------
1)
Ada orang yang mencari ilmu batin, oleh karena sudah mengerti bahwa alam dunia itu bukan Yang Sejati, serta menetapkan bahwa atas keberadaannya di dunia itu hanya mimpi saja, yang kemudian menolak kepada keduniaan, mengikuti yang dilakukan oleh Pandhita yang termuat di dalam dongeng cerita di jaman dulu. Akantetapi ketika lapar, maka kemudian makan. Yang dimakan itu nasi sungguhan, tidak dianggap tidak ada keberadaannya. Pun di tambah dengan lauknya, dan lauknya itu lauk sungguhan, bukan lauk impian. Hal seperti jadikanlah sebagai tanda bahwa makhluk itu tidak bisa menganggap tidak ada kepada adanya alam, walau pun alam itu bohongan bagi Yang Nyata. Yang bisa menyatakan kepada bohong itu, hanya Yang Nyata saja.
Melanjutkan tentang Sahir dan Kabir.
H. Nafsu fupiyah yang dipengaruhi angan-angan, itu juga menuumbuhkan rasa (pengetahuan_ manakah ujud rasanya (ilmunya), itu juga tentang surga, akan tetapi bagi yang kurang dalam ketenteraman dan kurang ingatnya dibanding surga milik mutmainah yang sudah dijelaskan di atas.
Walau pun idah melebihi kesenagan raga (dunia) akanteapi masih kurang ingat kepada Yang Sejati, karena masih tertutup oleh kesenangan dan keinginan. Daya dari angan-angan yang bercampur dengan supiyah, mengakibatkan menjadi kurang terang.
Surga milik mutmainah dan angan-angan yang halus, yang tersebut di atas, saya sebut : Surga yang luhur, sedangkan surga milik supiyah saya sebut surga tengah-tengah.
Sifat rasa surga madya (tengah-tengah) itu kurang tenteram dan kurang ingat, karena masih kekurangan rasa bakti  (yang menyebabkan menjadi kurang suci, kurang jujur, kurang bisa menerima, terkotori oleh daya rasa milik dan hasar diri). Sedangkan, karena sifat rasa surga yang seperti itu, juga masih ada yang tercampur  dengan mutmainah, sehingga pada bagian yang luhur dari surga madya itu, juga banyak kemiripannya dengan surga yang luhur (sifat mutmainah). Dan juga bisa tersambung (saling pengaruh mempengaruhi) dengan surga yang luhur itu tadi. Sedangkan yang dibagian bawah (artinya : bagidan rasa terasa) menyambung dengan rasa perasaan jin peri, menyebabkan bisa tersambung dengan dunia Jin Peri.
Di bagian di bawahnya lagi (yang dipengaruhi oleh perasaan rendah) tersambung dengan surga di tingkat rendah, yaitu surga penasaran, surganya makhluk halus yang kasar (demit, brekasakan) karena tercampur dengan rasa milik setan (Amarah).
Surga tingkat supiyah (surga tengah) ada yang menuebutnya astraalgebled, itu di bagian yang luhur, tersambung dengan kahyangan milik Bathara Endra, yang kemudian disebut Endraloka).
Jika mutmainahnya hanya sekedarnya saja (hampir hanya dari angan-angan luhur) menjadi rasa bersifat Dewa, yaitu rasa yang hanya mengandlkan bijaksana, waskitha dan kewaspadaan (kedewaan) yang tersambung dengan kahyangan Bathara Guru, sehingga disebut Guruloka.
Sebenarnya hal itu, hampir sama dengan Surga luhur yang sidah tersebut di atas, serta mudah untuk bisa saling menyambung, dan justru sering menyatu saling isi mengisi (rasanya), apalagi dengan alam milik Endra (endraloka).
Mengapa alam luhur itu mudah untuk bisa menyatu dan saling isi mengisi, karena semakin luhur semakin halus dan bisa menyesuaikan diri karena dari bahan yang pantas (stef-e).
Surga luhur itu, terbentuk dari menyatunya mutmainah yang dipengaruhi oleh keluhuran angan-angan, itu adalah surga milik manusia yang mengagungkan  RASA BAKTI kepada Tuhan, bersar rasa syukurnya, besar rasa kasih sayangnya kepada sesamanya, itu pun bagian dari yang luhur, menyambung dengan alam para Malaikat (pembantu kodrat Rasulullah).
Rasa dari sifat surga luhur bisa dibahasakan : Pangkalnya tersambung dengan Rasa Yang Sejati.
Sedangkan jenis dari sifat Surga yang luhur itu bermacam-macam, yang sudah tersebut itu semua : yaitu mudah untuk bisa menyambung  ( saring memberitahukan) kadang juga ditempati oleh Mutmainah. Yang mutmainahnya tipis, hanya bisa tersambung  dengan surga madya (surga milik jin peri). Sedangkan yang mutmainahnya terlalu tipis, hanya tersambung dengan surga milik penasaran, yang mutmainahnya sangat tertutup.
Tidak hanya bisa tersambung dengan alam kehalusan saja, bahkan juga bisa tersambung dengan dunia raga (alam dunia ini), yang seperti itu juga bagian dari rasa perasaan yang selaras dalam satu laras yang sama. Bahkan Yang Nyata bisa tersambung juga dengan sifat raga, dan kadang juga dengan angan-angan dan Rahsa yang sangat halusnya sehingga ada bagian yang bisa berhubungan dengan Yang Sejati.
I. Kelanjutan tentagn SAHIR dan KABIR yang lain lagi.
Napsu amarah dipengaruhi oleh angan-angan kegelapan, itu juga merupakan rasa atau pengetahuan. Pengetahuan milik amarah yaitu : Yng diketahui adalah rasa dari kebencian, marah, dengki, jahil, panas hati, sakit hati, susah, bingung, masgul, dendam, tidak enak hati, mengeluh dan sebagainya. Diringkas : Yang menimbulkan tidak enak, atau SAKIT, itu semua juga bernama pengetahuan, akan tetapi pengetahuan tentang keburukan dunia atau keburukan sesamanya. Yaitu rasa perasaan iblis (setan).
Sedangkan rasa milik setan itu, rasa sakit yang tidak ada henti-hentinya, yang dialami hati. Tidak capek karena selalu ingin marah dan [anas, karena semua isi dunia menurut rasanya adalah tidak mengenakan hati, membuat kesengsaraan hatinya, semua menurut perasaanya adalah menjalankan perbuatan buruk, dikiranya menyiksa kepada dirinya, itu terbawa karena kesalahan rasanya (salah yang dirasa atau salah rasanya).
Tidak hanya dikiranya menganiaya dirinya saja. Bahkan dikiranya saling berbuat jahat, saling mendengki antara satu dengan lainnya. Sehingga dikiranya bahwa itu adalah cara hidupnya, bahwa di dunia itu semuanya seperti itu. Makhuk di seluruh dunia dikiranya dalam kesusahan, kebingungan, sakit, daling membenci dan celaka semua. Menurut perasaannya angkasa yang tidak ada batasnya : walau dia mencarinya, tidak ada tempat selebar lubang semut yang tidak berisi kesakitan, celaka dan kesusahan. Angan-angannya teramat sangat gelapnya, artinya : Dalam kesesatan yang nyata atas pikiran dan daya nalarnya. Gerak ingatannya selalu berselisih dengan ketetapan kodrat, yang dasar-dasarnya sama sekali tidak diketahuinya. Sama sekali tidak mengetahui tentang yang disebut aturan kodrat. Keadaan dunua yang demikian itu, dikiranya berada di luar dirinya, (di luar amarah dan angan-angan yang gelap). Tidak mengira (lupa) bahwa yang demikian itu berasal dari rasa di dalam dirinya sendiri yang salah dan tersessat. (berlawanan dengan rasa ke-Tuhan-an).
Dunia yang menurut perasaannya menyakiti dirinya dan membingungkannya itu, disebut neraka. Neraka itu kabir bagi nafsu amarah. Sedangkan rasa amarah itu Sahir bagi neraka.
Rasa yang bersofat neraka itu ada tingkatannya, karena ada yang dipengaruhi oleh supiyah dan rasa kejasmanian (luamah). Dan yang banyak itu tercampuri supiyah : tersambung dengan dunia Jin peri yang bersifat kasar. Dan yang banyak itu berkumpul dengan kejasmanian (roh jasmani) terhubung dengan keduniaan, iitu yang kadang disebut dengan sebutan : Dhemit atau brekasakan, yang selalu berbuat kejahilan dan berbuat kejahatan.
Dunia penasaran (dunia milik brekasakan) itu juga ada sifat surganya, akan tetapi lebih menipu dibanding surga madya. Bisa dibahasakan Surga yang menjerumuskan atau sulapan.
Surga madya lebih nyata dibanding surga penasaran.
Surga luhur lebih dari nyata dibanding surga madya.
Sedangkan Yang Sejati yang nyata benar-benar nyata disebut Kenyataan yang sebenarnya.
Orang yang mengaji ilmu tipuan (ilmu sulap) itu hasilnya menuntuk kepada rasa perasaan dirinya sendiri kepada dunia penasaran. Sehingga terjadi yang demikian karena itu berarti belajar menyambungkan rasa dengan angan-angan sendiri dengan rasa yang menjerumuskan.
Orang hidup itu sangat perlu mengendalikan rasa dan cara-cara usaha, agar tidak tersesat (terjerumus).
KETERANGAN
Kata tersesast, berarti : salah jalan.
Tersesat bagi urusan batin, bermakna : berjalannya angan-angan yang salah ketika mencari watak budi.
Kata terjerumus, artinya : rasanya salah berjalan, membuat kesalahan, bertindak gelap kepada rasa dirinya sendiri. Karena tidak merasa salah, tidak merasa korupsi, tidak merasa salah, tidak merasa gelap, bahkan meyakini (menganggap benar) kepada rasa dirinya yang salah itu tadi.
Kata : salah, bermakna angan-angannya mengikari wataknya budi.
Kata : butuk, bermakna  angan-angan tidak cocok dengan watak budi.
Kata : benar, bermakna angan-angan cocok deengan watak budi.
Kata : baik, bermakna : rahsa cocok dengan watak rasa.
Yang disebut : Budi itu, Tukang memberi petunjuk tentang kebenaran.
Yang disebut Rasa itu : Tukang memberi petunjuk kepada kebaikan.
Kata : hobby, artinya : Rahsa mebeelakangi Rasa.
Kata : kerem, tetap di tempat), artinya : angan-angan membelakangi Budi/
Kata : terbawa (korup), artinya : mengingkari Yang Sejati, mengakui yang bukan.
Terang : artinya bisa melihat (bisa mengetahui).
Gelap, artinya : Tidak bisa melihat (tidak bisa mengetahui).
Angan-angan, mempunyai kewajiba : untuk mencari watak budi.
Budi, mempunyai kewajiban : Petunjuk bagi angan-angan.
Rahsa, mempunyai kewajiban : mencari watak rasa.
Berfikir, itu : gerak perbuatan angan-angan mencari watak budi.
Merasakan, itu gerak perbuatan rahsa mencari watak Rasa.
Yang disebut Cahaya itu, Badan dari penerang ( yang memberi penerangan).
Yang disebut Budi itu, Rasanya penerang (rasa terang).
Yang disebut Rasa itu : Dasarnya Budi.
Yang disebut Budi itu : Rasa yang sudah terang, (Cahaya terangnya rasa).
Kata HIDUP, artinya :
1. Bisa berbuat, lawan katanya : mati.
2. Yang bisa berbuat, lawan katanya : kematian.
Kata INGAT, artinya :
1. Mengetahui kepada keberadaan dirinya, lawan katanya : Lupa tidak ingat
2. Yang mengetahui atas keberadaan dirinya, lawan katanya : Lupa (bukan ingat).
INGAT KEPADA HIDUPNYA, artinya :
1. Mengetahui kepada adanya yang penggerak menggerakkannya
2. Mengatahui penyebab bisa berbuat.
LUPA KEPADA HIDUPNYA, artinya :
1. Tidak mengetahui atas adanya yang menggerakan (sehingga diri bisa berbuat).
2. Tidak mengetahui bahwa bisa berbuat.
MENCARI ILMU YANG NYATA, artinya, berusaha untuk bisa melihat/mengetahui bahwa ada yang menggerakannya (sang penggerak).
ILMU YANG NYATA, artinya : Hasil yang diperoleh oleh Pengetahuan keadaan yang lebih dari nyata.
ILMU, artinya : Pedoman untuk mencari, langkah-langkah dalam pencarian.
ILMU RASA, artinya : DASAR pedoman untuk mencari Yang Nyata (Kasunyatan).
Semua yang bernama Ilmu itu adalah bumbu untuk angan-angan.
Kata Rasa, yang tulisannya menggunakan (R), artinya : Ujud yang halus dan Rasa atas ujud itu.
Kata rasa (yang ditulis menggunakan huruf kecil semua), maksudnya : Hanya rasa dari ujud saja, bukan bermakna Ujudnya (raganya ujud), yang maksudnya : untuk emua ujud, dan juga rasa dari ujud yang halus, dan pula rasa ujud dyang kasar.
Kata Rahsa, artinya : Wujud halus beserta rasanya juga, akan tetapi yang lebih kasar dibanding rasa.
Melanjutkan tentang Sahir dan Kabir :
J. Rasa yang dimiliki oleh raga, itu juga mempunyai pengetahuan sendiri, yaitu : Bisa bisa mengetahui kepada rasa manis dan pahit.
Mengetahui bau-bauan.
Mengetahui rasa sentuhan kulit dengan benda nyata, mendengar suara dari getaran terlinga.
Melihat cahaya terang matahari, dari getaran suasana.
Mengetahui rasa enak dan tidak enak, bagi raga dan sebagainya.
Itu semua saya sebut : Rasa jasmani, yang itulah yang menyebabkan diri mempunyai anggapan, bahwa alam dunia ini ada.
Jiwa-jia yang mengalami rasa kejasmanian, dalam menyaksikan bahwa dunia memang ada, itu tidak lain menggunakan rasa kejasmanian, seandainya tidak memiliki rasa kejasmanian, tentu menganggap tidak ada atas adanya dunia (karena kekurangan alat untuk dipergunakan menyaksikan  atas adanya).
Rasa kejasmanian itu pun ada surganya dan nerakanya, contohnya : rasa badan ketika enak dan mengenakan (Surga), sedang terasa di neraka itu ketika sakit menderita.
Dunia itu Kabir bagi alam rasa kejasmanian.
Sedangkan kejasmanian itu SAHIR bagi alam dunia.
NYANYIAN KINANTHI :
Sirnakna semanging kalbu // den waspada ing pangeksi // yeku dalaning kasidan// sinuba saka sethithik // Pmotahing nafsu hawa // linalantih mamrih titih. (Wedhatama Winardi).
ARTINYA : Hilangkan keragu-raguan kalbu // Waspadalah dalam mencari // Itullah jalan kembali ke asal diri // kendalikan dari sedikit demi sedikit // Atas godaan nafsu hawa // tekun berlatihlah agar menjadi ahli

BAB. XI
KUASA MENGUASAI ATAU SALING BERTUKAR : SAHIR KABIR DENGAN SAHIR KABIR : ANTARA ALAM YANG SATU DENGAN YANG SATUNYA.

A. BAB SAHIR
Jika pembaca buku unu sudah mengerti DENGAN TERANG serta bisa merasakan DENGAN SEMPURNA, atas maksud dari semua uraian yang tersebut di atas, tentu bisa. Memahami uraian di bawah ini :
1. TENTANG HIDUP DI ALAM DUNIA (10).
Kalimat manusia hidup di alam dunia, itu artinya : Rasa diri yang sedang dikuasai oleh rasa kejasmanian, karena rasa kejasmanian yang sedang menjadi bagian dari rasa diri YANG PALING TEBAL. Oleh karena paling tebal, kemudian menutup (menukar), atas rasa tentang surga dan rasa tentang neraka.
Olehkarena rasa surga tertutup oleh rasa kejasmian, sehingga rasa KABIR dari surga ( yaitu dunia bagi yang bernama surga) hilang ujudnya. Yang ada tinggal : RASANYA saja. Hilangnya dunia tentang surga itu, karena disebkan tertutup oleh ujud dari alam dunia nyata ini. Yang demikian itu, maka kemudian angan-angan mengira : Alam dunia yang luas ya tanpa bats hanya berisi dunia saja, itu bisa idumpamakan halaman buku yang dibalik, tertutup oleh halaman lainnya, tentu saja halaman yang ditutup itu tertutup oleh halaman yang menutupinya. Walau pun demikian, meski kabir-Nya tertutupi, akan tetapi SAHIR-nya (rasanya) masih tetap dirasakan juga. Contohnya : Ketika manusia di alam dunia itu sedang merasakan : SENANG, TNTERAM, TENANG, KASIH SAYANG, CINTA, BAKTI, SUKA, SYUKUR, IKHLAS, MENERIMA APA ADANYA..... dan sebagainya, itu semua adalah rasa tentang SURGA, bukan rasa kejasmanian. Hanya saja, tentu tidak tebal seperti ketika mengalami Kabir-Nya tentng surga. Sehingga rasa surga did alam dunia : tipis, karena sebagian besar dari rasa kejasmanian yang tebal itu tadi. Terjadi yagn demikian karena Sahir-Nya kejasmanian bergeser kepada Kabir-Nya. Makna  dari Sahir bergeser kepada Kabir, itu, contohnya : Segala rupa dianggap berada di luar penglihatan, suara dianggap berada diluar pendengaran, asin dianggapnya berada di garamnya.
____________________
(1) Di sini, arti hdup itu : PERBUATAN  bukan YANG BERBUAT.
 Yang bisa berfikir itu dianggap otaknya, yang bisa melihat itu dianggap mata kasarnya. Rasa diri miliknya dianggap badannya yang berujud raga .... dan sebagainya, yang artinya : BADAN KASAR DIANGGAP BISA BERPIKIR DAN MERASAKAN SERTA MEMLIKI PENGETAHUAN (Menganggap tidak ada atas ujud yang halus), yang demikian itu saya sebut : SAHIR-nya dibalik oleh Kabirnya.
Di atas menjelaskan tentang sara sifat surga luhur kadang-kadang muncul di alam dunia.
TENTANG RASA YANG BERSIFAT NERAKA
YANG KADANG MUNCUL DI ALAM DUNIA
Oleh karena rasa yang bersifat Neraka dikuasai oleh rasa kejasmanian, sehingga Kar dari sifat neraka (dunia yang sedang disebut sebagai neraka) hilang ujudnya, hanya tinggal RASANYA saja. Setelah hilangnya dunia neraka itu tadi karena, membuka halamam buku yang lainnya, sehingga tertutup oleh Alam dunia.
Walau pun dicari di angkasa yang luasnya tanpa batas, tidak akan bisa bertemu dengan yang disebut neraka, semuma alam dunia itu bisa diibaratkan sebuah halaman buku yang ada gambarnya neraka : tertutup, karena membuka halaman yang penuh gambar dunia. Walau pun Kabir-nya tertutupi, akan tetapi SAHIR-nya (RASANYA) kadang masih dirasakan, yaitu ketika manusianya sedang marah-marah, benci, bermusuhan, jahil, dengki, mudah terpancing, mangkel, menyiksa, melakukan tidak durjana, mengeluh, susah, bingung, kuatir, kebingungan dan sebagainya. Rasa yang demikian itu adalah wilayah rasa bagi Neraka, bukan kejasmanian. Hanya saja, bagi alam dunia tentu tidak pernah berhenti seperti jika : menglaami Kabir-nya sifat Neraka. Sehingga rasa yang bersifat neraka yang ada di dunia : tipis, karena sebagian, yang besar adalah berasal dari rasa dirinya : dipergunakan merasakan rasa kejasmanian yang tebal itu. Saling mempengaruhi karena sahir itu apda umumnya terbawa kepada Kabir.
TENTANG RASA SURGA MADYA, YANG KADANG MUNCUL DI DUNIA
Penyebab rasa surga madya tertutup oleh rasa jasmani, Kabir dari surga madya ( yaitu yang disebut surga yang mengenakan, surga milik jin peri dan surga keindran) hilang ujudnya, hanya tinggal rsanya saja, itu karena tertutup halaman baru, akantetapi walau pun tertutup halaman buku baru atas Kabir-nya, akantetapi rasanya (sahir-nya) tidak ikut hilang, kadang masih dirasakan, yaitu : ketika mansuia di dunia sedang merasa senang, terbayang-bayang, senang hatinya, tergiur, merasakan indahnya lagu, memandang sesuatu yang indah dan bagus, tergiur menonton pertunjukan, ketika sedang berjoged, merasakan ilmu yang baik dan sebagainya, yang disebut merasakan atas rasa keindahan, rasa yang demikian itu bukan rasa jasmani, akantetapi rasa surga madya. Sejenis rasanya jin peri. Seandainya : menuju ke rasa Kaendran, yang kemudian menyambung dengan rasa para dewa. Yang lebih halus lagi menyambung dengan sura luhur. Akantetapi bagi orang di dunia ini, hanya merasakan dari bagian yang kecil atas surga itu atau hanya ujungnya saja, dan bahkan sudah berubah rasanya, karena terlalu banyak campurannya.
TENTANG RASA SURGA RENDAH YANG TERKADANG MUNCUL DI ALAM DUNIA
Rasa dari surga rendah yang kadang-kadang muncul di jasmani, yaitu : rasa senang yang tidak diiringi ingat, rasa murka, memaksakan diri, keinginan dan kemilikan barang-barang keduniaan, senang karena melakukan perjudian, senang karena naik kendaraan ugal-ugalan, bercanda dan bersendaugurau dengan orang lain, kebingungan, berkata rusuh, menipu, mencuri dan sejenisnya, Singkatnya kebahagiaan atau kesenangan yang bersifat rendah dan remeh, dan juga yang berhubungan dengan perbuatan kasiat, dilakukannya dengan meninggalkan penalaran. Olehkarena itu termasuk ribuan kesenanagan dan kepuasan, walau pun tanpa aturan, itu juga termasuk rasa surga juga, akantetapi surga yang menjerumuskan. Kabir dari surga penjerumus tetap lebih indah dibanding dunia. Karena, sumbernya lebih halus dibanding dunia yang nyata ini.
Rasa surga rendah ini, olehkarena terjadinya berasal dari nafsu yang kasar, sehingga mudah untuk bisa menyambung dengan rasa neraka. Artinya, yaitu : Nafsu supiyah yang kasar mudah menyatu dengan nafsu amarah. Dikarenakan yang demikian itu, makhluk yang sedang mengalami surga penasaran, memiliki watak yang tercampur dengan watanya setan, yaitu : Tega berbuat dan suka berbuat yang merugikan kepada sesamanya.
1. TENTANG JASMANI YANG HALUS DAN BAHANNYA
Pembaca buku ini jangan mengira, bahwa segala macam bahan yang tersebut di atas BATASNYA JELAS antara satu dengan lainnya, yang kemudian dibayang-bayangkan berlapis atau bertingkat.
Antara jenis syang satu dengan lainnya, pasti ada penghubungnya yang berujud yang mencampur antara jenis yang satu dengan yang lainnya.
Yang untuk mencampurnya berupa bahan yang lain lagi, yang keadaannya hamir mirip dengan keduanya.
Badan kasar dengan badan milik nafsu luamah, ada jarak antaranya, saya sebut JASMANI YANG HALUS MENDEKATI KEDUNIAAN.
Badan kasar dengan badan milik nafsu supiyah, ada jarak antaranya, saya sebut JASMANI HALUS MENDEKATI ALAM JIN,
Badan kasar dengan badan milik nafsu mutmainnah, ada jarak antaranya, saya sebut JASMANI HALUS MENDEKAT KEPADA SUKMA.
Yang disebut RAHSA, di buku ini, yaitu raga bagi nafsu empat macam yang sudah disebutkan di atas beserta dengan RASANYA sekalian.
Yang disebutkan dengan nama ANGAN-ANGAN, yaitu : Cahayanaya BUDI yagn sudah beredar di seluruh badan. Sebenarnya, seluruh badan itu ada RASANYA. Padahal RASA itu mendapat sinar dari penerang, di situ rasa badan kemudian MERASAKAN atas CAHAYANYA.
RASA sara milik terang yang dirasakan oleh badan disebut : Angan-angan. Olehkarena itu, kemudian ada sebutan angan-angan gelap, angan-angan terang, angan-angan teramat sangat terang (angan-angan luhur).
Gelap dan tearng itu, sesungguhnya tergantung dari DASAR yang menerima cahaya.
Yang disebut angan-angan SUMBER, yaitu : Cinar yang jatuh di JASMANI HALUS atau NAFSU KASAR.
Akantetapi jangan dikira bahwa angan-angan itu tanpa bahan. Semua yang disebut badan halus pasti ada bahannya.
Bahnnya, orang Jawa menyebutnya : Ujudnya; Orang Arab menyebutnya : Jisimnya; Orang Belanda menyebutnya Staf (Ujud, artinya : ADA).
Bahan, (Ujudnya, Jisim, atau Staf) itu, bagi Yang Sejati : hanya GETARAN. Getar itu bagaikan daya kekuasaan dari Yang SEJATI. Penguasa itu berbuat menggunakan Kebijaksanaan.
Ujud disebut SIRNA, itu bagi Yang Nyata, adalah hanya GETARANNYA saja yang berhenti. Sehingga yang hilang itu ; Getarannya (bergetarnya).
Untuk memudahkan dalam penalarannya, seperti berikut : Penguasa itu, dibayangkan seperti : Electricitet, daya pengaruhnya menghasilkan DAYA PENARIK di besi berani, menumbuhkan PENERANGAN di lampu listrik, menimbulkan API di alat masak, menimbulkan BUNYI di kilat di hawa, Menimbulkan kekuatan di mesin-mesin dan lains ebagainya. Akantetapi tidak ada yang melihat atau mengetahui ujud dari Elektrik itu, hanya amelihat dayanya atau getarannya saja.
Diri yang dikuasai oleh JASMANI HALUS MENDEKAT KEDUNIAAN itu, itu timbul karena tebalnya nafsu luamah (Nafsu makan, tidur dan syahwat). Gelap pikirannya, karena yang memberi penerang : angan-angan yang sudah menyebar. Diri yang dikuasai oleh luamah seperti itu, lama berhentinya di alam kegelapan, bahkan terkadang masih tercampur dengan keduniaan, karena butuh makanan. Nama alamnya ada yang menyebutnya Dunia kegelapan.
Diri yang dikuasai JASMANI HALUS YANG MENDEKATI SIFAT SETAN, berasal dari tebalnya luamah dan amarah (mengandalkan luamah dan amarah), ingatannya remang-remang. Diri yang dikuasai oleh amarah seperti itu keberadaanya lama terhenti di dunia kesakitan dan panas. Bahkan terkadang ketika bergaul dengan orang di dunia hanya berbuat kejahatan saja, jahil, panas hati. Naman alamnya disebut : Neraka atau Hel.
Diri yang terkuasai oleh JASMANI YANG MENDEKATI SIFAT JIN, terjadinya karena disebabkan oleh tebalnya nafsu luamah dan supiyah (menuruti luamah dan kesenangan yang bermacam-macam). Ingatannya termasuk terang. Diri yang dikuasai oleh teebalnya supiah yang seperti itu, itu akan terheti lama di Dunia tingkat tenagh-tengah, bahkan terkadang menyatu dengan manusia di dunia, menyenangi dunia Jin atau peri, namun sebenarnya masih tetap manusianya yang merasakan kesenangan bersama dengan manusia di dunia, bahwakan banyak yang memiliki watak baik, dan berwatak menolong dan mencari ilmu Yang Nyata, menjalan Agama dan sebagainya. Nama alamnya disebut Rohiyah, yaitu alan surga bagian tengah yang bawah. Jika menjadi tipis atas nafsu luamahnya maka akan lebih cepat masuk ke bagian luhur.
Diri yang terkuasai oleh JASMANI YANG HALUS MENDEKATI SIFAT SUKMA, karena disebabkan nasu luamahnya masih tebal ditambah nafsu mutmainah (mementingkan luamah namun sifatnya yang halus) akan bisa lama dalam menikmati surga luhur bagian bawah. Terkadang masih berkumpul dengan manusia di dunia, untuk memberi pertolongan, mengurusai manusia, membantu kodrat. Nama alamnya disebut bersifat Dewa, akantetapi masih bagian bawah. Jika luamahnya tidak tebal, akan cepat naik ke bagian yang luhur.
KETERANGAN
Yang disebut sifat Dewa, itu tepatnya kata-kata, alam milik angan-angan luhur, yaitu surganya angan-angan, bukan alam mutmainnah (surga ketenteraman), akantetapu SEOLAH-OLAH SUDAH TIDAK ADA PERBEDAANNYA dengan sifat Dewa, yang dengan surga yang luhur saling isi mengisi, saling membutuhkan, artinya adalah sebagai berikut : Rasa ketentaraman mengarahkan kepada angan-angan luhur, angan-angan luhur membutuhkan rasa ketenteraman milik mutmainnah, sehingga saling membutuhkan, karena segala sessuatu tidak ada yang bisa berdiri sendiri, jika tidak dengan yang lainnya, artinya : yang satu tidak bisa berdiri sendiri jika tidak dengan yang satunya lagi (1). Jika dua jenis itu sudah menyatu, barulah sempurna adanya, juga seudh demikian maka barulah ada DIRI.
Diri, artinya : Detak atau detakan, hasil dari detak (berdiri) yang berdetak, rangkaian dari adonan.
Surga bagian tengah bagian atas, menyambungnya dengan sifat Dewa, dikarenakan oleh angan-angan luhur. Sedangkan yang mendapinginya adalah surga ketenteraman, dikarenakan kehalusan rasa.
Sehingga ternyata, badan halus itu, semakin halus semakin mudah untuk bisa menyatu (saling memberi tahu) karena semakin mendekat kepada Yang Nyata.
Mendekati Yang Nyata itu artinya mendekati penyatuan.
Mendekati Yang Nyata itu artinya mendekat kepada yang sebenarnya atas semua KEADAAN, yaitu yang DMASUKI OLEH SEMUA AKEADAAN.
(2). MAKNA DARI NAIK KE SURGA
Kalimat BERADA DI SURGA, itu kata BERADA DI, itu sebenarnya tidak bermakana menempati. Kalimat NAIK KE SURGA itu sebutannya adalah NAIK, bukan barmakna mendatangi tempat yang berada di atasnya. Kalimat TURUN KE DUNIA, turunya itu tidak bermakna berasal dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang berada di bawahnya.
Berada di surga itu bermakna yang sebenarnya adalah : Diri yang sedang dikuasai rasa yang bersifat Surga (rasa sejuk dan terang), karena rasa SURGA  itu sangat tebal sekali, menguasai atas rasa yang bersifat jasmani.
Rasa yang bersifat Jasmani terkuasai oleh rasa surga, itu artinya : Rasa yang bersifat jasmani itu juga masih dirasakannya akan KEHALUSANNYA, tetapi hanya Dirasakan saja MENJADI PELENGKAP, atau WILAYAHNYA saja, tidak dirasa sebagai BADAN RASA YANG SEBENARNYA (DASARNYA). Yang dirasa sebagai INTI BADAN, yaitu Rasa dingin/sejuk dan terang (dinginnya hati, terangnya pikiran).
Lebih jelasnya lagi tentang ghal itu, adalah sebagai berikut :
Umpamakan bagi orang yang menggunakan kacamata berwarna merah, semua yang dilihatnya terlihat merah semua, warna merah sebagai DASAR DARI PENGLIHATANNYA, itu umpamakan sebagai dasar dari rasa Surga. Walau pun dasarnya adalah MERAH, akan tetapi tidak bermakna ketika melihat daun terlihat merah saja, masih ada hijaunya, akan tetapi hijaunya menjadi kemerahan. Benda yang putih menjadi putih kemerahan. Yang kuning menjadi kuning kemerahan. Begitu seterusnya, karena dasar penglihatannya : MERAH. Rasa dasar selalu menjadi rasa diri tanpa terputus, akan teapi rasa yang lain-lainnya, hanya kadang-kadang saja, terasa, seperti merah bagi orang yang sedang menggunakan kacamata yang kacanya aberwarna merah : Tidak pernah terputus atas pengaruhnya, akantetapi : hijau, putih, kuning, biru, ungu, hanya kadang-kadang saja, dan pasti tercampur dengan warna merah.
Contoh lainnya :
Seseorang yang sedang merasakan rasa enak dari makanan atau minuman itu, sebenarnya yang menjadi dasarnya adalah : SIFAT DARI RASA LIDAH, Bukan perbuatan Penciuman, penglihatan, pendengaran dan sebagainya. Akantetapi semakin sempurna atas rasa enaknya  jika bercampur dengan : Gerak dari Sifat PENCIUMAN, dalam sekilas saja. Contohnya : Bersamaan dengan merasakan BAU yang harum atau sedap. Semakin sempurna rasa enaknya, jika bercampur dengan Sifat PENGLIHATAN, yang melihat bagus atas tempat  makanannya atau menariknya rupa makanan itu/ Dan semakin bertambah lagi jika abercampur dan sifat Pendengaran yang mendengar sura gigi yang menyuarakan decak (suara kerupuk ketika di gigit) .... Rasa Surga (dingin, terang) umpamakan sebagai RASA LIDAH, Rasa yang lainnya, contohnya : Rasa jasmani, Rasa bersifat Dewa, Bersifat Jin dan lain-lainnya, umpamakan sebagai rasa penglihatan, epnciuman, pendengaran, pengecapan.
Rasa Surga, Rasa sifat Dewa, Jin, Neraka ... semeeuanya diaku oleh rasa jasmani, artinya : Dianggap sebagai KELENGKAPAN rasa keduniaan, oleh MANUSIA DI DUNIA.
Rasa bersifat Jin, bersifat Dewa, bersifat Jasmani ;;; semua itu diaku oleh rasa Surga, artinya : dianggap sebagai perlengkapan Rasa Surga oleh ORANG SURGA.
Rasa Surga, neraka, jasmani, itu semua diaku oleh rasa bersifat Jin, artinya : dianggap sebagai perlengkapan rasa bersifat Jin, oleh ORANG JIN.
Rasa bersifat Jin, bersifat Jasmani, bersifat Dewa yang sedikit, .... semuanya itu diaku oleh rasa bersifat Neraka, artinya : dianggap sebagai PERLENGKAPAN dari rasa NERAKA oleh ORANG NERAKA.
Semua rasa yang sudah disebutkan di atas itu semua DIKUASAI oleh YANG SEJATI.
DIAKU dan DIKUASAI, tidak sama, perbedaannya akan dijelaskan di belakang.
KETERANGAN :
Rasa dari Surga yang luhur tidak ketempatan rasa bersifat Neraka sedikit pun. Rasa Neraka tidak memiliki rasa Surga luhur sedikit pu.
b. TENTANG KABIR
Yang sudah tersebut di atas itu, baru menjelaskan tentang SAHIR, sekarang menguraikan tentang KABIR.
Dikarenakan rasa jasmani terkuasai oleh rasa surga, akhirnya Kabir dari Jasmani (dunia ini) hilang ujudnya. Tinggal hanya HALUSNYA RASA (Sahirnya) saja. Hilangnya raga dunia itu dikarenakan Tertutup oleh Raga Surga. Angkasa raya yang tidak ada batasnya, hanya berisi surga, tidak ada sifat keduniaannya. Akantetapi ........ sahir dan kabirnya surga itu halus (bening) sehingga bisa umpamakan halaman sebuah buku yang menyerupai kaca jendela. Kebeningannya (terangnya)  atas sinarnya itu, menyebabkan TIDAK MENYALAHKAN atas adanya RAGA DUNIA ini. Artinya : Raga dunia kadang kala terlihat bsia dilihat dari Raga Surga, ketika ada butuhnya, terlihat sebagai warna yang terang.
Untuk mempermudah penalarannya, sebagai berikut : Bayangkan orang yang sedang bercermin menggunakan kaca jendela, berdiri di luar jendela, orang itu akan melihat bayangan dirinya beserta bayangan semua keadaan di belakangnya, contohnya : Halaman, pepohonan, sawah, gunung. Akantetapi orang tersebut itu juga melihat suasana di dalam rumah, contohnya : tempat tidur, meja, kursi, dan sebagainya, yang terlihat bercampur menjadi satu  dengan halaman, pepohonan, sawah, gunung. Itu : Jika orang itu memperhatikan keadaan di dalam rumah saja, pasi bayang-bayang dari suasana di luar rumah, HILANG. Jika hanya memperhatikan bayangan-bayangan yang berada di luar rumah saja, tentu keadaan di dalam rumah hilang (tidak terlihat). Suasana di dalam rumah, umpamakan sebagai : KEADAAN YANG SEBENARNYA di surga, sedangkan bayangan-bayangan di cermin jendela umpamakan sebagai Raga Dunia, bagi yang dipahami dan penglihatan Orang Surga.
Oleh karena masing-masing orang Surga itu, pemahaman dan PENGLIHATANNYA tidak sama, sehingga ada yang sangat jelas, ada yang hanya bercahaya dalam memandang Dunia Kasar, bahkan ada juga yagn sama-sakli tidak bisa melihatnya, dikarenakan kurang jernih penglihatan rasanya (Pramana), yaitu, yang sedang mengalami tingkat Surga bagian bawah (Kasar).
Walau pun Kabir dari dunia itu hanya terlihat bagaikan bayang-bayang saja di cermin yang tidak mengandung rasa, atau tertutup oleh halaman buku ... akantetapi Sahir-nya (rasa kejasmaniahan) dirasakan juga atas KEHALUSAN JASMANINYA, itu artinya adalah sebagai berikut : Rasa dingin itu tidak seperti dinginnya rasa hati bagi orang dunia, namun sambil dirasakan bagaikan dingin badannya bagi orang dunia, itu halusnya, tidak kasar seperti rasa jasmani kasarnya.
Rasa Enak itu juga bukan hanya rasa enaknya hati, juka rasa enaknya RASA JASMANI HALUS yang tersambung dengan rasa hati. Rasa terang itu juga tidak hanya Terangnya Ingatan saja, namun sambil menjadi terangnya penglihatan mata yang selalu waspada. Terangnya Pikiran yang sambil juga menjadi penerang bagi penglihatan yang demikian itu, disebut PRAMANA.
Ringkasnya : Rasa Surga tidak kehilangan rasa jasmani. Alam Surga tidak kehilangan Alam Dunia. Akantetapi rasa jasmani dan alam dunia itu tidak memberi hidu/meghidupi  (tidak memempengaruhi), justru terbawa dan dikuasai oleh Kabir Sahir dari Surga.
Sehingga, di alam Surga itu, Sahir dan Kabirnya tidak terpengaruh oleh Sahir dan Kabir milik dari jasmani, justri mempengaruhi Sahir dan Kabir dari Jasmani. Akan tetapi, walau pun surga itu sendiri, sahir dan kabirnya kadang-kadang terpengaruh oleh Kabirnya.
Hanya diri yang sudah bisa tersambung dengan Yang Sejati, yang Sahirnya tidak terpengaruh oleh Kabirnya. Bagi diri yang sudah tersasmbung dengan Yang Sajti, semua Kabir itu tidak mempengaruhinya, justru dipengaruhi dan menuju kepada Yang Sejati.
KETERANGAN
Diri yang sudah mengalami Surga Tingkat Tinggi, oleh karena tidak ketempatan yang bersifat Neraka, tidak bisa memandang atas Kabirnya Neraka.
Untuk bisa melihatnya, Jika kemudian mempergunakan alat yang kasat (dibahasanak turun menjadi) contohnya : Merasakan bibit nafsu fupiyah atau nafsu jasmani ($).
Olehkarena semua jenis bibit itu, BATASNYA TIDAK JELAS antara yang satu dengan lainnya, sehingga antara sifat mutmainah dan sifat Dewa, sifat Jin dan Sifat Jasmani : Pasti ada bibit yang menjadi penyebabnya, yang berupa sifat Mutmainah dengan yang lainnya. Saling bercampur itulah yang membentuk rasa diri yang berbeda sifatnya, namun banyak kemiripannya serta mudah untuk saling pengaruh mempengaruhinya. Dan juga sama-sama ada Kabirnya, yang masing-masing jenisnya mudah untuk saling berhubungan. Oleh karena itu, badan halus yang bersifat luhur-luhur itu bermacam-macam namanya, akan tetapi jika soal ini diuraikan di buku ini, maka buku ini menjadi luas sekali uraiannya.
($). “Turun” itu, ada yang memang dihasratkan adan yang kerena paksaan.
3. TENTANG ARTI DARI MASUK KE DALAM NERAKA.
Masuk ke dalam Neraka, artinya : Diri ini dikuasai oleh rasa yang bersifat Neraka (Panas dan sakit, rasa tidak enak). Karena : Rasa yang bersifat neraka yang sedang menjadi bagian terbesar dalam dirinya. Rasa Surga, Rasa bersifat Dewa, Rasa Jasmani dan Rasa bersifat Jin, tertutup oleh rasa yang bersifat Neraka.
Itu artinya : Rasa Jasmani dan lain-lainnya itu masih dirasakan, akan tetapi dirasakan sebagai pelengkap saja. Apalagi tentang rasa surga yang amat sedikit sekali, maka akan jauh tetutup, hingga sifatnya menjadi hilang. Rasa yang ada hanya : Rasa HATI yang sakit dan panas (Rasa tidak enak).
Masalah ini, itu bisa juga diibaratkan dasar penglihatan yang menggunakan warna dasar MERAH, ketika melihat segala sesuatu yang bermacam-macam. Warna Merah sebagai ibarat dari rasa Neraka. Sedangkan warna yang lainlainnya : Yang berupa rasa bersifat Jin, bersifat Jasmani, bersifat Dewa dan Rasa bersifat Surga : Diibaratkan dengan warna PUTIH, jika dilihat menggunakan kacamata, yang kacanya berwarna merah, tentu sifat putihnya akan menjadi hilang.
Bisa juga diibaratkan RASA LIDAH dicampur dengan RASA PENGLIHATAN, Pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Lebih jelasnya lagi, sebagai berikut : Rasa tidak enak itu, RASA YANG SEBENARNYA : Sakitnya hati, artinya : Susah, panas, bingung, marah, kuatir, pegal, gemis, benci dan sebagainya, karena tidak putus-putusnya dalam menempatinya. MENDAPAT PENYEBAB DARI yang menyebabkan tumbuhnya rasa yang demikian itu, di dalam hatinya. Akan tetapi jangan dikira hanya khusus rasa HATI seperti rasa milik perorangan saja, tetapi juga rasakan juga rasa sakit seperti sakitnya BADAN manusia sedunia. Itu rasa sakit bagi RASA JASMANI HALUS YANG MENDEKATI RASA NERAKA, yang sudah tersebut di atas. Rasa dari Jasmani halus yang sedang sakit itu, rasa sakit itu menjadi perlengkapan sakitnya hati, saling berhubungan menyatu menjadi satu. Keadaanya tidak berbeda dengan manusia di dunia, jika hatinya sedang panas, maka raganya ikut sakit. Namun bagi urusan keduniaan, rasa itu belum seberapa daya kekuatannya seperti daya amarah ketika menggandeng rasa jasmani, Sedangkan bagi rasa Neraka itu, rasa amarahnya yang menguasai atas rasa jasmani. Rasa surga tingkat bawah (keinginan kepada yang remeh-remeh atau kesenangan yang remeh cepat ingatnya) itu hanya menyela sementara atas rasa tidak enak (sakit), artinya : Senangnya hanya sebentar saja, kemudian cepat merasa tidak enak lagi bercampur dengan rasa marah dan keluh-kesah yang lama waktunya. Dan ketika senang yang hanya sebentar, segera tercampur dengan rasa sakit. Kadang-kadang mempunyai kehendak yang sangat kuat dan segera ingin sekali terpenuhinya. Namun karena keinginannya yang sakat kuat dan sangat ingin sekali segera terpenuhi, hingga terasa panas  dan tidak enak hati, serta karena meninggalkan pemikiran, sehingga apa yang sangat diinginkannya itu tidak bisa tercapai, mengakibatkan kecewa yang sangat, yang terasanya dalam waktu yang lama.... dan selalu begitu selama-lamanya dalam mengalami hal yang seperti itu yaitu mengalami rasa neraka atau “HEL”. Tidak pernah bisa  menghentikan atas gerak hatinya agar bisa MERENUNGKAN ATAS YANG MEMBUAT TIDAK ENAKNYA HATI itu. Merasa ingin selalu marah-marah, merasa tidak sabaran karena tumbuhnya gagasan yang jahat, menganggap buruk apa yang sedang dialami dan kepada sesamanya. Mengangkap tidak adil atas takdir yang menimpa dirinya itu, sehingga menumbuhkan rasa kuatir, gelisah atau menimbulkan rasa bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan, dikarenakan menguatirkan tentang kejadian yang sebenarnya tidak perlu untuk dikuatirkan. Sehingga mengakibatkan dalam selama-lamanya mengalami rasa Neraka, dan selama hidupnya selalu mencari-cari  untuk dijadikan kesudahan hidupnya dan mencari-cari semua yang dibencinya, mencari-cari sesuatu untuk dikuatiri, mencari-cari sessuatu untuk membaut hatinya panas, untuk disakiti hatinya ($).
-----------------------------------------------
($). Sedangkan yang mencari seperti itu, tidak merasa bahwa sedang mencari hal yang seperti itu.
Demikian itu terjadi selama-lamanya, tidak puas jika tidak mencari, dan setiap mencarinya itu selalu mendapatkan, tidak pernah tidak mendapatkan, karena : Semua yang dikerjakan atau yang dilihatnya : mebuat kecewa, susah, marah dan membuat bingung. Rasa bersifat Dewa yang sedikit (angan-angan yang gelap) yang berada di dalam rasa neraka, juga dirasanya hanya MELENGKAPI SAJA atas rasa nerakanya, artinya : Apa yang didengarnya dan yang dipikirnya, hanya menimbulkan kecewa, susah, marah dan sakit hati. Apa-apa yang dingat oleh angan-angannya, hanya menumbuhkan gagasan yang buruk, yang menyebabkan tumbuhnya rasa benci, singkatnya : Selalu dirundung kesusahan, sakit, panas hati, kesedihan, kebingungan ... yang tidak ada putusnya (lebih baik TIDAK TERINGAT atau TIDAK MELIHAT, dibanding TERINGAT serta MELIHAT, karena TERINGAT dang melihat mengetahuinya itu yang didapatnya hanya membangkitkan Rasa Sakit dan Rasa Panas), yang semuanya itu dikiranya berasal dari luar rasa dirinya sendiri, sama sekali tidak merasa bahwa semua itu sebenarnya berasal dari DIRINYA SENDIRI. Mengapa demikian? Karena getaran rasa amarah itu sangat sulit sekali dihentikan, selalu ingin aktif, yang perbuatannya menjadikan rasa sakit dan pana (rasa tidak enak).
Untuk apakah rasa sakit dan rasa panas (rasa tidak enak) itu dicari?
Apakah yang menyebabkan enak itu? Itu, bukan karena sakit (tidak enak) yang menyebabkan tidak enak, hanya karena memiliki watak yang tidak cocok dengan Rasa enak. Bukan karena rasa panas itu terasa enak, hanya karena tidak cocok dengan yang dingin-dingin. Cocog-nya dengan : yang panas-panas. Bukan karena rasa benci itu menyegarkan. Hanya karena tidak bisa menghentikan rasa tergesa-gesa ingin segera membenci sesuatu yang ada di dekatnya. Bukan karena rasa kuatir dan susah itu memuaskan, hanya disebabkan tidak mau dinginkan oleh susah dan kuatir. Itu semua karena tidak sesuai wataknya.
Selain dari itu, mempergunakan INGAT KEPADA KEPERLUANYA. Jangankan di alam Neraka, jika orangnya ingat kepada keperluannya, walau berada di alam mana saja, banyak sekali perbuatan yang tidak disertai Rasa INGAT kepada keperluannya. Hanya sifat Surga dan Sifat Dewa  DI TINGKAT YANG TINGGI yang selalu ingat kepada perlunya dari sebuah perbuatan yang dijalankannya, karena menyambung dengan Yang Sejati (Yang selalu mengingatkan).
Orang yang dineraka itu, tidak hanya mengira dirinya sendiri saja yang mengalamai kesakitan, menurut perkiraannya, semua orang di dunia ini mengalmi kesakitan dan kepanasan semuanya, serta menusia di seluruh dunia saling membenci dan saling berkhianat. Selain memiliki anggapan yang demikian, memiliki juga anggapan bahma semua manusia se dunia  dibencinya juga, karena dikiranya semua sifatnya adalah jahat semua, dengki dan usil.
Manusia yagn sedang di Neraka, sama sekali tidak mengetahui bahwa surga itu ada, sama sekali tidak mengetahui bahwa orang yang baik hatinya itu ada. Hal yang demikian itu, umpamakan : Pendengar itu sama sekali tidak tahu bahwa bentuk rupa itu ada. Penglihatan itu sama sekali tidk mengetahui bahwa rupa dan suara itua da. Itu sama juga dengan manusia yang ada di dunia yang sama sekali menganggap bahwa surga dan neraka itu ada, dan sama sekali tidak mengira bahwa Dunia Halus itu ada, yang mengguasai dunia seluruhnya. Semakin kuat tidak mengertinya bahwa ujud dunia ini bisa musnah, tertutup oleh dunia kehalusan.
Semoga manusia yang hidup di dunai bisa memikirkan hal yang demikian, agar supaya memiliki RASA PERASAAN dan CARA MENDAPATKANNYA. Yang akhirnya akan menunjukan ke arah pemikiran yang benar.
Oleh karena masing-masing jenis Bahan (Jenis) itu BATASNYA TIDAK JELAS ANTARA yang satu dengan yang lainnya, sehingga Rasa yang bersifat Neraka dan Rasa Jasmani, dan juga Rasa tentagn Surga, itu ada sesuatu benih sebagai yang  penarik (yang menghubungkan), yang berupa bercampurnya Rasa Neraka dengan rasa lainnya. Hasil dari bercampurnya itu membentuk suatu diri yang sifatnya berbeda-beda, namun banyak kemiripannya  serta mudah dalam saling menyatu (larut). Oleh karena itu, badan halus yang rendah-rendah itu, bermacam-macam pula namanya, contohnya : Dhemit, hantu, panasphati, wewe, cepet, lampor, thethekan, bajag angkrik, nyai blorong, keblek, janggitan, ilu-ilu ... masih  banyak jenis yang lainnya. Semuanya itu ketemepatan Rasa yang bersifat Neraka (Ketempatan rasa jahil, dengki, panas hati, suka berbuat kejahatan).
Yang mendekati sifat keduniaan, wataknya bercampur dengan manusi di dunia, karena rasa milik tentang makanan yang berupa sari-sari makanan, Yang dekat dengan Rasa bersifat Jin, yang berupa jin tingkat rendah, itu yang suka berbuat jahat. Yang mendekati sifat Dewa, berupa Gandarwo yang luhur atau golongan Dewa tingkat rendah.
KETERANGAN
Ada setan yang benar-benar setan, ada yang hanya sifatnya saja, setan yang sebanarnya adalah sama dengan manusia di dunia ini. Ada Jin yang benar-benar Jin. Ada yang hanya sifatnya saja (Manusia bersifat jin yang berbadan halus).
Yang disebut setan yang benar-benar setan itu yang BENTUK BADANNYA yang berujud biji dari nafsu amarah yang asli. Yang disebut Jin yang sebenarnya itu, yang bentuk badannya berujud biji dari nafsu supiyah yang asli.
Yang hanya bersifat saja, tidak merasa sebagai setan dan jin, adalah yang mengaku ya manusia itu sendiri. Apalagi manusia yang bersifat jin yang menjauhi neraka serta mendekat kepada urusan keduniaan, sama sekali tidak merasa sebagai jin atau peri, karena segala tindakannya tidak ada bedanya dengan manusia pada umumnya. Bahkan justru orang yang bersifat Jin tingkat tinggi, merasa lebih luhur dan lebih mulia dibanding dengan manusia pada umumnya, karena memiliki kelebihan, kesaktian dan tembus pandang.
Semua yang hanya memiliki sifat saja, ada berasal dari manusia, yang masih tertahan. (1).
--------------------------------------------
(1) Belum sampai pada kahir cerita hidupnya.
Uraian di atas itu menjelaskan tentang penalaran atau sebab-sebab manusia bisa mengalami Keduniaan, Sifat Surga dan sifat Neraka.
Yang mengalami sifat Jin, itu dikarenakan ketempatan biji nafsu supiyah yang sangat tebal (nafsu supiyahnya sangat tebal). Yang menjadi bersifat Dewa, karena ketempatan biji angan-angan luhur yang sangat tebal (Angan-angan luhurnya sangat tebal), kemudian menepati wilayah Bijaksana, Tembus pandang hal yang gaib (Waskitha) dan kewaspadaan serta kesaktian.
Manusia yang mengalami dunia jin, itu tidak ada perbedaannya dengan manusia pada umumnya, Baik bentuknya, pikirannya, perwatakannya, kesenangannya dan lain sebagainya. Persis seperti manusia pada umumnya, serta keadaannya bagi masing-masing bangsa itu sesuai dengan bangsa manusia pada umumnya sesuai tempat tinggalnya. Kesemuanya tidak merasa  sedang berada di alam yang bersifat Jin, apalagi jika disebut sama saja dengan jin.
Sedangkan yang mengalami bersifat Dewa dan perbedaanya dengan yang mengalami di alam Jin itu hanya karena lebih luhur, karena lebih terang pemikirannya.
Golongan yang bersifat Dewa itu, kebanyakan penjaga atas keselamatan manusia di dunia, karena merasa menjadi yang luhur dan menjadi panutan. Apalagi jika Dewa yang bersifat Luhur serta tebal sekali sifat Mu’mainnahnya. Jangankan yang mengalami alam Dewa, walau pun yang mengalami alam Jin, banyak yang berbudi baik, menjaga ketentraman manusia dan sesamanya, karena merasa lebih tinggi dan menjadi panutan.
Akantetapi ..... oleh karena saling pengaruh-mempengaruhi sehingga ada yang berlebihan sifat mutmainnahnya dan ada yang berlebihan dalam sifat Nerakanya (tidak berbeda dengan manusia pada umumnya), meskipun menjadi Dewa atau pun menjadi Jin, itu ada yang bersifat luhur ada yang bersifat rendahan.
Dewa yang bersifat luhur yang sebenarnya itu, adalah Dewa yang sebenarnya, digambarkan dalam Wayang yang disebut Bathara Guru. Yang tersambung dengan Sifat Budi itu adalah : Yang di dalam Wayang digambarkan  yang bernama Bathara Narada. Yang sudah menyatu dengan Yang Nyata, digambarkan : Sang Hyang Wenang atau Sang Hyang Tunggal. Yang sifat mutmainnahnya tebal serta tersambung dengan rasa sejati, digambarkan : Bathara Wisnu. Yang terambung dengan Sifat Surga tingkat tengah-tengah : Bathari Durga  (Sebagai pemimpin makhluk halus di pasetran ganda mayit). Yang tersambung dengan sifat Luwamah, digambarkan : Bathara Kala (2) ... dan sebagainya.
LIMA RASA
Nomor 1 :
Di alam dunia : Dasarnya rasa : RASA DARI JASMANI. Sedangkan rasa yang lain-lainnya yang empat, (Sifat Dewa, Sifat Mutmainah, sifat Jin, dan sifat neraka), itu juga muncul di dunia serta menjadi perlengkapan rasa dari Jasmani, akan tetapi TIDAK DIANGGAP UJUD ADANYA oleh manusia pada umumnya. Yang dianggap hanyalah ujud badannya : Bahan-bahan yang membentuk jasmani.
Nomor 2 :
Di surga, rasa dasrnya : RASA HATI, dingin, terang. Rasa yang lain-lainnya yang empat itu, muncul juga ketika di surga dan menjadi perlengkapan rasa dari surga, namun TIDAK DIANGGAP UJUD ADANYA oleh orang surga. Yang dianggap ada ujudnya : Biji Mutmainah.
Nomor 3 :
Di neraka, rasa dasarnya : RASA HATI, sakit dan panas. Rasa yang lain-lainnya yang empat muncul juga di neraka, serta menjadi perlengkapan rasa tentang neraka, namun TTIDAK DIANGGAP ADANYA oleh orang neraka. Yang dianggap ada ujudnya : Biji Amarah.
Nomor 4 :
Di dunia Jin, rasa dasarnya : RASA INGATAN, Rasa yang lain-lainnya yang empat, itu pun muncul juga di dunia Jin, serta menjadi perlengkapan rasa wilayah Jin, namun TIDAK DIANGGAP ADANYA oleh orang Jin. Yang dianggap ada : Biji Supiyah.
Nomor 5 :
Dunia Dewa, rasa dasarnya : RASA INGATAN, Rasa yang lain-lainnya yang empat muncul juga di Wilayah Dewa, serta menjadi perlengkapan rasa yang bersifat Dewa, namun TIDAK DIANGGAP ADANYA oleh orang di wilayah Dewa. Yang dianggap ada : Biji dari Angan-angan. (1).
Lima macam rasa di atas, saya sebut PANCAINDRIYA, yang artinya : Lima rasa, dan untuk selanjutnya di buku ini, akan ada kata “Pancaindriya”, yang maksudnya : Lima rasa yang sudah diuraikan di atas, serta pembangkitnya.
----------------------------------------------
(1). Pembangkit yang bermacam-macam yang sudah diuraikan di atas, bagi Yang Sejati : Bukan ujud, hanya getaran (Daya kekuatan Yang Sejati) yang bisa mewujudkan pembangkit (stof = anasir).
TENTANG ALAM YANG TIGA
Alam di wilayah RASA JASMANI (yang halus dan yang kasar : disebut : Dunia, Janaloka atau Arde.
Alam di wilayah RASA HATI yang tiga (Yang halus dan yang kasar), disebut : Rohiyah, Endraloka, atau Astral.
Alam di Wilayah ANGAN-ANGAN atau Rasa INGAT (yang halus dan yang kasar) disebut : Huluhiyah, Guruloka atau Dewacan.
Terbagi menjadi tiga seperti tersebut di atas itu tujuannya adalah agar menjadi ringkas.
Tiga warna tersebut di atas : I. Alam milik Jasmani, II. Alam milik Hati, III. Alam milik INGATAN, disebut TRILOKA.
Yang di dalam Bahasa Arab, tiga alam tersebut bernama : Baital Makmur, Baitalmukharam, Baital Mukhadas.
Tiga bekal di atas itu, dipergunakan oleh pembaca dan yang menulis buku ini.
Oleh karena itu, yang membaca dan yang menulis buku ini, jika mencarinya dengan cara bersungguh-sungguh, bisa masuk menyatu ke mana saja.
KETERANGAN YANG DISEBUT BEKAL/BIJI
Yang disebut YANG SEJATI, yaitu : YANG bisa berbuat. Yaitu Zat yang mesti adanya, tidak berawal tidak ada akhirnya, yang di dalam Bahasa Arab disebut :DAT.
Untuk Bisa berbuat : PERBUATANNYA disebut : Sifat.
Agar VISA BERBUAT, disebut : Sifat Maknawiyah.
BERBUAT disebut : Sifat Ma’ani.
PERBUATANNYA disebut : Af’al.
BISA BERBUAT disebut : HIDUP.
BERBUATANNYA, artinya : MENGADAKAN atau MEWUJUDKAN
PERBUATANNYA artinya : ADANYA atau UJUDNYA
Manakah ADANYA atau UJUDNYA? Yang diwujudkan atas Perbuatannya itu, yaitu SEMUA BEKAL/BIJI yang halus dan yang kasar.
Yang disebut PERWUJUDAN, yaitu ketika sedang menggerakkan Ujud itu. Artinya : ADANYA semua yang berujud, itu hanya waktu ketika Yang Maha Kuasa  sedang memfungsikan Ujud itu.
Hilangnya sifat perbuatan : Setelah berhentinya sifat perbuatan, artinya : Hilangnya perwujudan : Setelah berhenti berbuat.
Hilangnya wujud artinya hilangnya Bekal/Biji, yaitu : ketika perbuatan itu berhenti.
Berbuat, itu juga bermakna menyebabkan Getaran (triling).
Perbuatannya : artinya getarannya.
Perbuatannya : itu juga bermakna detaknya, bermakna juga : Bekal, Bahan/Biji.
Berubah-ubahnya keadaan RASA, bermakna juga berubah-ubahnya keadaanyya Bekal, bahan/biji, bermakna berganti-gantinya cara getarannya.
PENGINGAT : Penalran yang seperti itu, untuk bisa diterimanya, dengan cara dirasakan dengan penudiawalih kesabaran, tenang dengan kebeningan.
NYANYIAN GAMBUH
Samengko ingsun tutur // sembah catur supaya lumuntur // dhihin raga, cipta, jiwa, rasa kaki // ing kono lamon ketemu // tandha nugrahaning Manon (Wedhatama Winardi).
ARTINYA : Sekarang ku beri nasihat // empat cara ibadah agar rutin dijalankan // diawali ibadah raga, cipta, Jiwa, rasa // jika hal itu bisa sampai berhasil // itu semata-mata Anugerah Tuhan.

BAB. XII
SIFAT – PERBUATAN – HASIL (EMPAN – PAKAN – MEMPAN

a. Orang yang menyalakan api, itu artinya : Orang itu sedang mengaktifkan  sifat api. Sifat aktif dari api itu, disebut : menyala atau membara. Sehingga orang tersebut yang membuat agar api menjadi menyala atau membara.
Agar supaya api itu menjadi aktif, maka memerlukan Umpan. Umpannya adalah : Kayu kering atau minyak, gas. Kayu kering, minyak atau gas itu menjadi SARANA bagi api agar bisa aktif.
Kayu yang masih basah jika dijadikan umpan api maka, TIDAK BERFUNGSI. Artinya : TIDAK BISA MENJADI AKTIF, karena menggunakan sarana kayu yang masih basah. Kayu yang kering jika menjadi umpan api maka akan berfungsi, artinya  aktifnya Api  terlaksana  karena dengan didberi sarana melalui kayu kering.
SEHINGGA :
Sifat, artinya Aktifnya (Empan).
Umpan (Pakan) artinya : Sarana agar menjadi aktif.
Aktif (mempan), artinya : Aktif dengan menggunakan sarana .
b. Orang yang mengaktifkan (menggunakan) penglihata, artinya : Orang itu MENGAKTIFKAN penglihatan. Yang dilakukan oleh penglihatan disebut : melihat. Sehingga orang itu mengaktifkan (berbuat) agar penglihatannya melihat (melihat sesuatu).
Penglihatan itu, agar menjadi aktif, dengan sarana umpan. Umpannya adalah : bentuk rupa. Contohnya : bentuk rupa bunga itu yang menjadi sarana agar penglihatan menjadi aktif.
Sesuatu benda yang berada di tempat gelap, diibararkan, penglihatan tidak bisa difungsikan (TIDAK mempan). Artinya : Penglihatan tidak bisa berhasil untuk menjadi aktif dengan menggunakan sarana berupa benda yang berada di tempat gelap. Sesuatu benda di tempat yng terang diumpankan kepada penglihatan, penglihatan menjadi berfungsi aktif (mempan), artinya : Penglihatan berhasil menjadi aktif dengan lantran sesuatu benda yang berada di tempat yang terang.
SEHINGGA :
Sifat dari penglihatan (Empan) : artinya : Mengaktifkan penglihatan.
Umpan untuk penglihatan, artinya : Segala bentuk rupa yang bisa dilihat,
Fungsi penglihatan : artinya : Mengaktifkan penglihatan dengan sarana bentuk rupa di tempat yang terang.
c. Murid yang mengaktifkan pikiran, artinya : Murid itu, mengaktifkan pikirannya.
Yang dilakukan pikiran disebut : berfikir. Sehingga murid itu berbuat  mengaktifkan pikirannya agar menjadi aktif.
Agar supaya pikiran sang murid menjadi aktif, itu harus menggunakan sarana berupa UMPAN, Umpannya adalah : Segala sesuatu yang dipikir, contohnya : Hitungan, bergitung itu sebagai sarana untuk mengaktifkan pikiran.
Hitungan yang sulit, (contohnya : Aljabar yang diajarkan kepada anak kecil), itu tidak akan bisa dipahaminya. Artinya : Tidak akan bisa mengaktifkan pikiran dengan umpan Aljabar, karena tidak selaras dengan daya kemampuan pikiran anak-anak. Hitungan yang selaras dengan daya pikir yang menghitungnya, itu jika diterapkan, maka akan berhasil (mempan), artinya : Berhasil mengaktifkan pikiran anak-anak itu harus dengan sarana berupa hitungan yang sepadan dengan daya pikirnya.
d. Orang yang mengaktifkan perasa lidahnya, artinya, orang itu MENGAKTIFKAN rasa lidah. Perbuatan dari rasa lidah, disebut : Merasakan segala makanan. Sehingga orang itu BERBUAT agar agar rasa lidah aktif merasakan sesuatu.
Agar rasa lidah itu menjadi aktif, itu harus menggunakan sarana umpan. Umpannya, makanan, contohnya : Pisang itu bisa menjadi sarana menjadi aktifnya rasa di lidah. (Pisang itu Cuma umpan, bukan rasa yang sebenarnya, rasa sebenarnya adalah milik lidah bukan milik pisang).
Makanan yang tidak dinginkan, ketika dijadikan umpan : Tidak mau memakannya. Tidak makan itu artinya : Tidak mempan, atau tidak bisa mengaktifkan rasa lidah. Sehingga tidak berhasil mengaktifkannya jika menggunakan sarana yang di hasratkannya. Pisang Pisang yang dijadikan umpan : mau memakannya, artinya : Mempan atau berhasil mengaktifkan dengan menggunakan sarana pisang.
e. Seseorang yang mengaktifkan Nafsu Mutmainnah, artinya : Orang tersebut mengaktifkan nafsu Mutmainnahnya. Perbuatan nafsu mutmainnah itu, merasakan kebaikan Tuhan atau kebaikan makhluk-Nya. (Merasa senang dan syukur atau bisa berterima kasih). Sehingga orang tersebut mengaktifkan agar supaya nafsu mutmainnah bisa selalu merasa bersyukur kepada Tuhannya, atau memiliki rasa berterima kasih kepada sesama makhluk-Nya.
Agar supaya Mutmainnah itu menjadi aktif, itu juga menggunakan sarana umpan. Umpannya : Ilmu tetang Maha Murah dan Maha Pengasih milik Tuhan atau kebaikan sesama makhluk-Nya.
Ilmu Maha Murah, Maha Pengasih serta kebaikan sesamanya itu, yang menajdi sarana untuk mengaktifkan nafsu mutmainnah. Sehingga nafsu Mutmainnah aktif merasakan ke-Agungan Tuhan. Atau melakukan perbuatan yang selaras dengan rasa syukurnya.
Berprasangka buruk  atau menyalahkan Tuhan dan berprasangka serta menyalahkan sessamanya, jika dijadikan umpan kepada nafsu mutmainnah, itu tidak akan mempan (tidak mau memakannya). Artinya : Nafsu mutmainnah tidak akan berhasil menjadi aktif jida diberi umpan dengan prasangka buruk. Namun jika diberi umpan dengan prasangka yang baik maka akan mempan (akan aktif) mau memakannya.
f. Orang yang mengaktifkan nafsu amarah, artinya : orang tersebut mengaktifkan nafsu amarah. Aktifnya amarah adalah berprasangka buruk kepada Tuhan dan makhluk-Nya, bentuknya adalah : Mengeluh, membenci, marah, panas hati. Sehingga menyebabkan agar Amarahnya merasakan pemikiran yang salah.
Agar amarah itu menjadi aktif, dengan menggunakan umpan. Umpannya adalah : Perbuatan buruk dan sesat (perbuatan yang bersumber dari setan yang berada di dalam diri manusia). Perbuatan syaithan (perbuatan yang bertentangan dengan sifat Ketuhanan itu yang menjadi lantaran atas aktifnya amarah.
Perbuatan baik dan benar (Selaras dengan rasa dan budi) diumpankan kepada amarah, tidak akan bereaksi (tidak berpengaruh). Artinya : Tidak akan bisa mengaktifkan amarah agar berfungsi jika di beri umpan dengan perbuatan yang selaras dengan Rasa dan Budi. Akan tetapi jika amarah diberi umpan yang selaras dengan watak setan : maka akan aktif.
g. Seseorang yang mengktifkan nafsu sufiyah, artinya : orang tersebut membuat bekerja atas nafsu sufiahnya. Sifat sufiyah yang luhur, senang merasakan keindahan alam yang luhur. Sufiyah yang bersifat rendah, senang kepada keindahan alam yang rendah. Sehingga orang tersebut membuat nafsu sufiyah menyenangi keindahan alam (keindahan yang luhur atau yang rendah).
Agar supaya supiyah yang bersifat luhur menjadi aktif, itu dengan menggunakan sayarat umpan. Umpannya : Keindahan yang luhur. Agar Sufiyah yang rendah menjadi aktif, Umpannya : Keindahan yang bersifat rendah. Keindahan di tingkat rendah, menjadi sarana untuk mengaktifkan Sufiyah rendah.
Supiyah luhur diberi umpan keindahan rendah : kurang berfungsi.
Supiyah rendah diberi umpan keindahan luhur : kurang bereaksi.
Supiyah luhur diberi umpan yang untuk umpan bagi amarah : kurang bereaksi.
Supiyah rendah diberi umpan untuk umpan amarah : bereaksi dan berfungsi.
Supiyah luhur diberi umpan untuk umpan Mutmainah : bereaksi.
Supiyah rendah diberi umpan untuk umpan amarah : bereaksi.
Mutmainah diberi umpan untuk umpan supiyah luhur : bereaksi.
Mutmainah diberi umpan untuk umpan supiyah rendah : kurang bereaksi.
Mutmainah diberi umpan yang untuk umpan amarah : tidak bereaksi.
Sehingga Supiyah yang bersifat luhur itu selaras dengan Mutmainah, itu artinya : Seseorang yang merasakan keindahan yang luhur itu mengaktifkan Mutmainah. Demikian juga sebaliknya : Merasakan berbakti itu mengaktifkan rasa keindahan yang luhur. Ringkasnya : RASA KEINDAHAN  YANG LUHUR itu saling tarik menarik dengan RASA BAKTI (Rasa keindahan itu saling tarik menarik dengan kehalusan Budi).
Sebaliknya : Merasakan sesuatu yang buruk, itu mengaktifkan amarah (kecewa, marah-marah) itu adalah perbuatan supuyah di tingkat rendah.
Oleh karena supiyah bersifat rendah kurang berfungsi untuk menjadi umpan Mutmainah, dan menjadi berfungsi jika menjadi umpan untuk amarah.
RASA : diberi umpan Rahsa yang halus, itu berfungsi. Jika diberi rahsa yang kurang halus maka kurang bisa aktif. Jika di beri umpan rahsa rendah maka tidak akan berfungsi.

TUJUAN SAMADI

Tujuan Samadi itu mengumpankan rahsa halus diumpankan kepada RASA, atau mengumpankan angan-angan halus diumpankan kepada Budi.
Yang juga disebut mengumpankan RASA kepada rahsa yang halus, atau BUDI diumpankan kepada angan-angan halus.
Atau dengan kata lain, menyelaraskan PANCAINDRA yang halus kepada WILAYAH YANG SEJATI (KAJATEN).
Agar supaya wilayah Kajaten bisa mengaktifkan atas kehalusan kehalusan Pancaindra, atau kehalusan Pancaindra meangkifkan wilayah Yang Sejati, ... masing-massing kedunya saling mengaktifkan.
Jika rahsa belum tenang dan angan-angan belum bening, walau pun diaktifkan berulang-ulang tidak akan bisa aktif. Akantetpi jika terus dilakukan dengan tekun dalam berusaha mengaktifkannya, maka semakin lama akan semakin mendakti kepada aktifnya.

MENJAGA AGAR TETAP HIDUP

Hidup, artinya :AKTIF atau bisa AKTIF.
Aktif, artinya : mempergunaan dayanya.
Menjaga agar tetap hidup, artinya : berusaha agar aktifnya tetap lestari, bisa berbuat (aktif) seperti :
a. Merawat pohon jeruk, pohon itu dijaga agar tetap hidup, yaitu agar tetap bisa aktif (tumbuh bersemi, semakin besar, berbuag ...) dengan cara di beri umpan. Umpannnya berupa Zat cairan tanah dan zat yang terkandung di dalam udara serta pancaran cahaya matahari. Tanda bahwa umpannya berfungsi dalam mengaktifkannya : Berhadil hidup dengan lantaran zat di dalam tanah, zat di udara dan cahaya sehingga menyuburkan hidupnya : yaitu menumbuhkan akar, daun batang dan buah.
b. Menghidupkan kekuatan tangan, artinya : Berusaha agar tangan bisa tetap lestari bisa mengangkat, bisa memegang, dan sebagainya. Umpannya : Barang sesuatu yang yang dikerjakannya atau sesuatu yang diangkatnya. Contohnya : barbel pemberat. Berhasilnya : Berhasil aktif mengangkat barbel berulang-ulang. Tumbuh suburnya : Besar kekuatan tangannya, hingga bisa kuat, artinya : Kuat untuk mengangkat sesuatu beban yang berat-berat.
c. Menghidupkan pikiran : Berusaha agar pikiran bisa terus aktif berfikir, serta semakin tajam daya kekuatannya. Umpannya : Segala sesuatu yang perlu dipikir. Contohnya : Pelajaran suatu ajaran. Keberhasilannya : Bisa memikirkan ajaran yang bermacam-macam. Tumbuh suburnya : Semakin besar kekuatannya, kemudian dikatakan pintar, artinya : Bisa memikirkan sesuatu yang rumit-rumit.
d. Menghidupkan nafsu mutmainah, berusaha agar nafsu mutmainah tetap dalam keadaan merasakan rasa syukur kepada Tuhan, dan merasakan atas kebaikan semua makhluk-Nya. Umpannya : Ilmu (penalaran) tentang hal yang luhur, kebijaksanaan, Maha asih dan maha murah-Nya Tuhan, dan juga ilmu tentang kabaikan manusia (makhluk sosial/ saling membutuhkan), serta kebaikan semua makhluk-Nya. Tanda keberhasilannya : Yaitu terlaksana bisa merasakan yang sudah tersebut di atas. Tumbuh suburnya : Besar kekuatannya, artinya : Kuat ketika tertimpa musibah yang tidak enak (tidak akan mengeluh), contohnya : Walau dalam keadaan sakit dan kesusahan, tidak akan mundur kekuatan tekadnya kepada hal yang bersifat keutamaan. Kuat tetap bersyukur ketika dalam keadaan derita. Kuat tetap menyayangi ketika mendapatkan perbuatan buruk dari sesamanya. Itu semua berarti sudah halus dan sudah tinggi budinya, besar kesabarannya, kuat tawakalnya, karena didasari cinta kasih kepada sesama makhluk-Nya. Dan sebaliknya : Orang yang marah ketika menerima kejahatan dan berkeluh kesah ketika mengalami derita hidup, itu dikarenkn nafsu mutmainahnya masih lemah, masih kalah oleh nafsu amarah.
Cobaan dari tuhan atau kejahatan dari makhluk-Nya, itu bagi Mutmainah, itu bisa diumpamakan sebagai barbel bagi tangan manusia yang bisa menumbuhkan kekuatan bagi tangan manusia, atau : Suatu ajaran yang sulit bagi pikiran atas sang pencari kepintaran. Tanda kelehamahannya itu : belum kuat. Tandanya kuat itu : Tetap lestari berfungsi (lestari kekuatan hidupnya) walau pun mendapat beban yang sangat berat.
Mutmainah yang hidup itu, tetap aktif merasakan rasa ikhlas, puas, menerima tanpa keluhan, tenteram, tenang, selalu bersyukur dan selalu cinta kasih, berbakti, tidak akan pernah terputus dan selalu dirakannya di dalam setiap waktunya itu disebut Mutmainahnya sudah benar-benar hidup yang berarti MUTMAINAHNYA SUDAH BENAR-BENAR AKTIF. Sedangkan aktifnya mutmainah itu, tidak pernah terputu dalam merasakan rasa yang demikian itu.
Subur itu, artinya : Besar dayanya, atau kuat daya aktifnya. Dan amarahnya telah terkalahkan hingga hilang sama sekali.
Mutmainah yang demikian itu, yang sebenarnya sudah mendapat pengaruh dari daya RASA JATI.
Sehingga, menjaga tetap hidup itu, maksudnya adalah sama saja dengan Olah Raga. Semua bertujuan untuk meningkatkan potensi daya kekuatannya. Semua yang memiliki daya, jika rutin digunakan, maka akan semakin meningkat daya kekuatannya. Sedangkan menjadi penghalngnya atau yang dianggap sebagai musuhnya itu, sebenarnya hanya menjadi sarana agar semakin tumbuh menjadi besar ketika kekuatannya digunakan, tidak ada bedanya dengan barbel bagi tangan bagi pencari kekuatan tangan, atau suatu PEkerJAAn yang sulit bagi pikiran yang berusaha mencari kepintaran. Daya kekuatan Amarah, Supiyah dan Aluamah, anggaplah menjadi perantara agar MUTMAINAH, Angan-angan luhur serta BUDI dan RASA : Agar daya kekuatannya tumbuh menjadi lebih besar. Umpan yang lebih besar itu sangat perlu untuk kemajuan Jiwa. Yang bernama Cobaan dati Tuhan, itu adalah Suatu tantangan bagi Jiwa untuk menjadi Jiwa yang semakin dewasa. Tujuannya adalah agar jiwa itu, tumbuh sifat bijaksananya, karena mengetahui dan merasakan PENGALAMAN RASA yang beraneka macamnya. Meskipun godaan yang dan syaithan sekali pun, janganlah dianggap musuh, anggalah menjadi alat atau perantara untuk tumbuhnya sifat bijaksana. Yang sedang membaca buku ini, akan bisa mengerti dengan sendirinya mengapa Tuhan Yang Maha Esa Menciptkan Syathan, tidak lain adalah untuk kebutuhan manusia,  itu sipat dari Tuhan.
Melanjutkan tentang Olah Raga Jiwa :
e. Tujuan Samadi itu bukan : Menganggur, bukan seperti orang yang akan tidur. Sebenarnya adalah Olah Raga bagi Budi dan Rasa.
Di dalam bersamadi adalah mengaktifkan daya dari INGAT + RASA. Ingat kepada yang sudah diuraikan di bab V : Tentang Rasa Yang sejati (RASA JATI).
Rasakanlah seperti yang sudah diuraikan di bab : 7 tentang menyatunya Budi dan Rasa.
Merasakan yang sudah diuraikan di bab 9, itu adalah Olah Raga bagi Rasa dan Budi.
Sedangkan yang dijadikan barbelnya, atau pekerjaan yang sulit, yaitu daya dari angan-angan rendah, Supiyah, Luamah dan Amarah.
Jika manusia sudah bisa mengalahkan 4 hal tersebut (Angan-angan rendah, Supiyah, Luamah dan Amarah), tentulah akan semakin tumbuh berkembang menjadi besar atas daya milik Sukmanya, karena sanggup menyelesaikan sesuatu yang sulit rumit, tidak rata, sangat berbahaya dan sangat rumitnya.

TENTANG CERMIN DAN BAYANGANNYA

Ingsun, itulah yang keadaan yang sebenarnya ada (Yang Sejati).
Sebenarnya sudah tidak ada keadaan lagi, hanya INGSUN yang sebenarnya ada.
Yang sebenarnya ada, Yang Sejati itu memiliki sifat.
Sifat dari Yang Sejati, jika digelar di uraikan, tidak akan ada batas jenisnya dan tidak ada bilangannya.
Uraian tentang sifat-Nya, itu disebut juga Bayang-bayangan-Nya.
Yang manakah Bayangan-bayangan-Nya?
Yang manakah Cermin-Nya?
Yang bernama bayangan-bayangan itu adalah semua tentang Sahir Kabir.
Sedangkan cermin-Nya, adalah : Hanya Tuhan sendirilah yang Maha Tahu.
Walau pun Rohn Suci, di dunia halus yang lebih dari yang luhur, JIKA SAHIR itu masih TERPENGARUH oleh KABIRNYA, jika belum benar-benar paham atas Cermin Yang Sejati.
Ujud dari Cermin Yang Sejati : Kosong, Hampa, tidak ada apa-apa.
Sehingga pantas jika disebut : TIDAK ADA oleh semua makhluk-Nya. Tidak berbeda dengan TIDAK ADANYA segala bentuk rupa : Bagi Cermin yang jernih. Sehingga, yang tidak ada itu adalah : RUPANYA. Akan tetapi CERMIN itu sendiri : ADA.
CERMIN yang sejati itu : SATU, namun tidak ada batas bilangann dan jenisnya.
Satu yang tidak batas jumlahnya itu dikira : TIDAK ADA, bagi kehidupan, di kehidupan, yang Sahirnya terbawa oleh Kabir-nya. Makna dari TIDAK ADA itu : Bukan tentang Ujudnya atau tentang rasanya. Karena : CERMIN itu sesungguhnya adalah : SATU-SATUNYA DAYA.
Satu-satunya Daya (Daya Tunggal) itu adalah : SELARASNYA GETARAN KODRAT YANG SELARAS (4).
Daya yang satu itulah yang menyatakan adanya Rasa dan Ujud (Sahir dan Kabir).

($) Getaran Kodrat : Cara bergerak aktif dari Kodrat.
Segala yang satu golongan daya, itu adalah sama  rasanya, sama ilmunya, yang kemudian disebut berada dalam satu alam yang sama. Contohnya : Penglihatan dengan penglihatan, itu satu daya dan berada di alam yang sama. Dikuasai oleh daya yang satu : SEJENIS (selaras), sehingga masing-masing penglihatan itu satu dalam rasa dan satu penegtahuannya dengan sesama sifat penglihatan. Tidak satu rasa dan ilmunya dengan Pendengaran atau penciuman. Sehingga yang sama-sama bersifat penglihatan : adalah berada dalam satu alam. Sedangkan penglihatan dengan pendengaran itu : tidak berada dalam satu alam.
BERBAGAI MACAM pengalaman, itu tergantung dari berbagai jenis Daya yang satu (Berbagai macam cara aktifnya Kodrat).
Pengalaman yang dialami oleh manusia di dunia, itu berbeda dengan pengalaman milik Jin. Berbeda dengan pengalaman iblis. Berbeda dengan pengalaman para Dewa dan sebagainya. Hal itu dikarenakan perbedaan dari dari masing-masing daya tunggal itu tadi.
Daya tunggal- daya tunggal yang tidak ada batas jumlahnya itu dikuasai oleh Keadaan Yang Sejati, yang menguasainya bagaikan buku yang mengandung banyak lembar halaman.
Sangat tepat dalam memilih kata “KACA” (Cermin) : Yang bermakna untuk bercermin. Dan tepat sekali pilihan kata “Rasa” bagi rasa dari cermin, karena sebagai ibarat dari RASA : bagi cermin Yang Sejati. Demikian juga cahaya dari cermin rasa : Bagi Cermin Yang Sejati. Demikian juga cahaya dari cermin sebagai ibarat dari  Cahaya RASA ($).
Barangkali saja pembaca buku ini belum bisa paham (belum bisa mengerti) atas uraian di atas, di bawah ini  bisa digunakan sebagai petunjuk agar bisa merasakan pemahaman tentang yang sebenarnya dari bayangan-bayangan.
($), Sudah sangat jelas bahwa semua yang tergelar ini, menjadi contoh dan ibarat bagi yang sudah bisa memahaminya. Dan juga menjadi saksi atas penciptanya, dan juga sebagai sarana dalam segala usaha manusia, dan juga sebagai penjelas bagi segala bentuk usaha.

CONTOH-CONTOH

I. Jika Yang sejati bercermin menggunakan alam katak, Maka Yang Sejati di situ terlihat merupakan ujud : Diri Katak, yaitu : Ingatan di rasa perasaannya adalah badan dan diri katak.
Rasa ingat atau perasaan sebagai katak itu : SAHIR bagi alam katak. Sedangkan KABIRnya : yaitu berupa aliran air, tanah, rumput, air, hawa, terangnya matahari  serta, raga  katak itu sendiri.
Oleh karena SAHIR diri sang katak tertutup oleh alam KABIRnya, sedangkan KABIR itu adalah Ujud di alam dunia bagi raga, sehingga Ingsun yang menempati Yang Sejati, terlihat di alam katak, merupakan ujud dari raga katak. SATU, yaitu badan yang dikira memiliki rasa ingat  dan rasa perasaan walau pun sebenarnya BUKAN RAGA MILIKNYA yang menyebabkan  adanya rasa ingatan dan bisa merasakan.
HITUNGAN : SATU, yang bagi raga katak yang memiliki rasa ingat  dan rasa perasaan itu . Bayang-bayang dari KESATUAN TUHAN.
Pengetahuan katak (ketika mengerti dan melihat suasana di sekitarnya dan dalam merasakan rasa dari suasana yang bisa dirasakannya oleh katak), itu adalah bayang-bayang dari ILMU Tuhan.
Tingkah-laku, dan suara katak, menjadi bayangan dari “Perbuatan Tuhan”.
Sehingga : Yang menjadi ermin dari Yang Sejati, yang digunakan bercermin  Sahir dan Kabir dari katak itu, Cermin bohongan, karena yang sebenarnya dari Yang Sejati itu, tidak seperti itu.
Cermin yang demikian itu, gelap dan merubah bentuk dari bayangannya dibandingkan dengan kenyataan dari keadaan yang sedang bercermin. Bisa diibaratkan : Orang yang bercermin menggunakan botol hitam, maka bentuk wajahnya akan meliuk-liuk. Selain gelap (tidak jelas) pun tidak sama dengan kenyataannya.
Sehingga yang bernama bayang-bayang itu tadi : Adalah Rasa ingat dan rasa perasaan milik Katak, serta pengetahuannya tentang dunia.
Rupa dunia yang diketahuinya yang menggunakan rasa ingatnya dan juga dengan rasa perasan katak itu : Itu sudah terbasuk bayang-bayang yang terlihat di dalam cermin yang sejenis, yang disebut alam milik katak.
Rasa ingat dan rasa perasaan milik katak (yang dipergunakan untuk mengetahui adanya dunia dan adanya dirinya sendiri) itu adalah SAHIR milik alam katak. Sedangkan keadaan dunia (Yang dilihat menggunakan rasa ingat dan rasa perasaan) itu : Alam KABIR bagi alam dunia katak.
Sahir dan Kabir dari alam Katak itu, keduanya adalah merupakan bayangan dari alam Yang Sejati, yang terlihat di dalam cermin tipuan dan gelap, yaitu cermin yang disebut alam dunia katak, disebut juga Martabat alam katak, yaitu daya tunggal daya yang sejenis (selaras) yang menjadikan adanya alam Sahir dan Alam Kabir dunia katak.

YANG BERCERMIN : YANG SEJATI

Yang digunakan untuk bercermin : Daya tunggal yang satu jenis, yang disebut alam dunia katak atau martabat Katak.
Sedangkan bayangannya adalah rasa perasaan milik katak dan juga pengetahuan katak tentang dunia yang tergelar ini.
Letak dari Sahir milik katak berada di BATIN dari KABIRNYA. Cermin Yang sejati tempatnya adalah BATIN dari SAHIR milik katak. Yang Sejati yang bercermin, bertempat  : Di Batin dari Cermin yang sejati. ($).

($) Keterangan dari kata LAHIR dan BATIN, diterangkan di bab. 15.****
II. Jika Yang Sejati bercermin menggunakan alam manusia (seluruh manusia di dunia), maka Yang Sejati akan berwujud : DIRI dari manusia seluruh dunia, yaitu : RASA INGAT dan RASA PERASAAN badan bagi manusia se dunia.
Rasa ingat dan rasa perasaan manusia di seluruh dunia itu SAHIR bagi alam manusia. Sedangkan KABIR-nya, yaitu : Berupa Bumi langit  beserta seluruh isinya, terhitung juga ujud diri manusianya.
Maka dari itu, keadaan yang demikian itu disebut BAYANG-BAYANG DARI YANG SEJATI, karena keadaan yang demikian itu DIKIRA MERUPAKAN KEADAAN YANG BENAR ADANYA oleh seluruh manusia di dunia.
Oleh karena manusia di seluruh dunia, sahirnya larut kepada Kabirnya, padahal Kabirnya itu Perwujudan di dunia yang nyata ini. Sehingga : INGSUN yang menempati Yang Sejati, terlihat di alam manusia berupa wujud RAGA dari manusia se dunia itu :SATU, yaitu dirinya yang dikiranya yang memiliki Rasa Ingat dan rasa perasaan (Walau pun sebenarnya bukan karena raga yang bisa menyebabkan bisa memiliki rasa ingat dan bisa merasakannya).
Seluruh manusia di dunia punya anggapan, bahwa dirinya itu Cuma hanya SATU, seperti orang yang bernama “Suta” (Sendiri) itu bahwa di dunia hanya ada satu saja.
Dhiri yang disebut dengan kata “AKU” oleh “Suta”, di dunia Cuma ada satu saja, itu adalah bayangan dari INGSUN.
Bahwa sebenarnya rasa dari bilangan SATU bagi suatu Diri : Itu adalah bayangan dari Kesastuan Yang Sejati (Ingsun).
Ilmu Pengetahuan milik ‘Suta” (Artinya : Perolehan dari karena mengerti, melihat dan merasakan perlawanan dengan isi dunia) itu adalah bayang-bayang ILMU MILIK TUHAN atau Pengetahuan Tuhan.
Gerak aktif dari Pancaindra si Suta : Itu menjadai bayang-bayang dari Daya Hidup Tuhan (Daya hidup di diri manusia jika dibandingkan dengan Maha Hidup-Nya Tuhan, itu bagaikan : Hidupnya arloji dibanding daya hidup manusia.
Semua gerak tingkah laku dan semua ucapan manusia di seluruh dunia : Itu menjadi bayangan dari PERBUATAN TUHAN (Af’al, Perbuatan Tuhan itu, yaitu mengadakan semua daya tunggal atau getaran kodrat, yang akhirnya berupa ujud semua yang SAHIR dan yang KABIR).
Sehingga : Cermin Yang sejati, yang bentuk bayangannnya adalah ujud  berupa Sahir dan Kabir dari si Suta itu, Cerin tipuan, karena Yang Sebenarnya tidak-lah begitu adanya. Cermin yang demikian itu, gelap dan bentuk bayang-bayang di dalamnya adalah tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya. Akantetapi cermin seperti itu lebih jelas dibanding dengan cermin yang isi bayangannya berupa sahir dan kabir milik katak. Yang demikian itu bisa diumpamakan orang yang bercermin di permukaan botol yang tidak terlalu gelap dan tidak terlalu banyak lekukannya.
Sehingga yang disebut bayang-bayang itu adalah Rasa Ingat dan juga rasa perasaan milik si Suta, serta pengetahuan si Suta tentang dunia ini.
Pengetahuan (hasil dari mengetahuai) atas segala isi dunia ini dan ilmu yang melekat di dirinya : Itu juga sudah termasuk bayangan-bayangan .... Bayangan-bayangan di dalam cermin yang sejenis ... cermin yang sejenis yang disebut alam manusia tersebut, intinya : Untuk dipergunakan Mengetahui + Yang Mengetahui + Pengetahuannya (Semua Sahir dan Kabirnya) bayangan-bayangan di dalam cermin yang sejenis, dan disebut juga cermin yang di sebut Alam Manusia, yaitu martabat manusia, dan juga daya tunggal yang sejenis (selaras) yang membentuk menjadi adanya alam Sahir dan Kabir milik si Suta itu tadi.

YANG BERCERMIN : YANG SEJATI

Yang dipergunakan untuk bercermin : Daya tunggal sejenis (selaras) yang ddisebut alam manusia atau martabat manusia. Bayangan-bayangannya, yaitu : Ingatan milik si Suta, rasa dan perasaan si Suta, yang diketahui oleh si suta tentang isi dunia : Sahir dan Kabir si Suta.
Si Suta merasa ADA, menyaksikan atau menyatakan bahwa dirinya itu ADA dan benar-benar ada. Bukti tandanya : Memiliki ingatan dan rasa perasaan yang dipergunakan untuk mengetahui dan merasakan tentang adanya dunia ini, kemudian berkata : AKU ADA.
Yang disebut AKU oleh si Suta itu DIRI, Satu (Untuk lebih jelasnya tentang yang disebut Diri, dijelaskan di Bab.14, yaitu bahwa diri itu bayang-bayang dari Yang Sejati : INGSUN PRIBADI).
Artinya : ADA, menurut pribadi dari diri si SUTA, yang berarti ujud bentuk itu tadi adalah bayang-bayang dari ADANYA Yang Sejati.
Sehingga bayang-bayang dari ADA : itu UJUDNYA atau ADANYA, akan tetapi ADA yang sebenanrya itu artinya : YANG BISA MENJADIKAN ADANYA SEMUA YANG ADA, atau : YANG MENGUASAI Yang BERUJUD  dan yang TIDAK BERUJUD. Sehingga Yang Sejati : itu tanpa ada yang mengawali adanya, tanpa ada akhir atas adanya.
Sedangkan adanya DIRI : itu ada awal dan ada akhirnya. Akan tetapi ... tidak ada diri yang mengetahui asal mula adanya. Tidak ada diri yang menyaksikan SEBELUM ADANYA dan SETELAH TIDAK ADANYA. Untuk bisa memiliki rasa diri itu, setelah diri itu, ADA atau setelah jadi. Semua yang diketahui dan dirasakannya oleh si SUTA itu tadi : adalah bagi ingatan dan rasa perasaan si SUTA ; SERBA BARU SEMUA.
Seluruh dunia ini adanya adalah yang terakhir : bagi rasa ingat dan rasa perasaan milik si SUTA. Ayah dan Ibunya pun lebih terakhir atas adanya, itu hanya KABAR dari mendapatkan berita saja. Bagi rasa ingat dan rasa perasaan si SUTA sendiri : Tidak benar-benar nyata bahwa dirinya itu terakhir, tidak menyaksikan, tidak mengalami, karena berasa di dalam ingatannya (Rasa ingatnya). Oleh karena itu, diri si SUTA : Dalam perasaannya adalah paling awal sendiri dibanding semua pengetahuan yang diberikannya menggunakan rasa ingatnya.
RASA PALING AWAL itu tadi itu pun menjadi bayang-bayang Kekekalan Tuhan (Paling awal tanpa ada yang mengawali bagi Yang Sejati).
Diri dari si Suta ada akhirnya, sehingga tidak kekal. Akan tetapi selama waktu diri itu mengaa, tidak merasakan apa yang disebut akhirnya, hanya melihat KABIRNYA bahwa orang meninggal dunia itu ada. Sedangkan masalah melihat orang yang meninggal dunia, itu bukan kenyataan bagi rasa di dalam dirinya (Itulah sebagai penyebab bagi manusia di dunia yang memiliki bayangan dan pikiran tentang mati. Memang benar sering sekali melihat orang yang meninggal dunia, akan tetapi tidak masuk ke dalam rasa perasaan (tidak masuk menjadi pengalaman, selama diri itu masih mengada).
Dalam tidak merasakan tentang akhirnya itu juga merupakan bayang-bayang dari sifat kekekalan Tuhan.
Masa yang dipergunakan oleh si Suta disebut : SEKARANG (dipergunakan artinya adalah di rasakannya).
Sehingga yang bernama WAKTU itu juga menjadi bayang-bayang saat sekarang YANG MENGANDUNG SEGALA HAL YANG BERGUHUBUNGAN DENGAN WAKTU, yang di dalam Bahasa Arab disebut : kanjanmahfiyan.
Tidak ada diri yang bisa merasakan masa Lalunya atau masa yang akan datangnya. Yang dirasakannya tidak lain hanyalah saat SEKARANG. Artinya ketika seseorang teringat cerita hidupnya di masa lalu, dalam mengingatnya adalah saat sekarang ini, demikian juga tentang masa yang akan datang, itu juga di pikir saat sekarang ini. Sehingga rasa yang dahulu dan rasa yang akan datang sebenarnya semuanya tidak ada. Yang ada itu adalah RASA SEKARANG INI. Rasa yang dirasakan sekarang ini lah adalah bayang-bayang SAAT SEKARANG YANG DIMILKI TUHAN, yang mengandung Seluruh dan segala masa.
Ketika si Suta menyebutkan yang sedang ditempatinya sekarang ini : DI SINI.
Yang bermakna itulah tempatnya, bayang-bayang dari di sini, itu bermakna yang mengandung semua arah dan tempat. Yang di dalam bahasa Arab disebut “ Ngaras – kursi.
Tidak ada diri yang bisa merasakan tentang keadaannya. Yang dirasakannya tidak lain adalah SAAT INInya, itu adalah gerak pikiran dan gagasan keadaan yang disebut ADA DI SANA, maka pemikiran dan gagasannya pasti ADA DI SINI, Itulah rasa DI SINI bagi suatu tempat itu adalah bayang-bayang Di SINI bagi Tuhan, yang mengandung semua dan segala tempat.
SAHIT milik si Suta, tempatnya berada DI BATININ DARI KABIR milik si Suta.
Cermin dari Yang Sejati, tepatnya adalah : Batin dari Sahir milik si Suta.
Yang Sejati yang bercermin, tempatnya adalah : BATIN dari CERMIN.
III. Ketika Yang Sajati sedang bercermin menggunakan ALAM RASA SYURGA, di situ nampak oleh Yang sejati itu adalah diri dari orang ssyurga, yaitu : Terangnya rasa ingatannya Plus rasa dingin dan senang plus ujud dari badan halusnya, yang itu adalah berasal dari biji dari Mutmainnah (hilangkanlah rasa yang lima yang sduah tersebut di bab 11).
Ingatan dan rasa perasaan dari orang syurga itu adalah SAHIR : bagi alam milik orang syurga. Sedangkan KABIRNYA : Adalah wujud dari syurga, dihitung juga tentang ujud diririnya sendiri juga.
Sehingga disebut : BAYANG-BAYANG DARI KEADAAN YAGN SEJATI. Karena keadaan yang demikian itu dikira SEBAGAI KEADAAN YANG BENAR-BENAR NYATA ADANYA, oleh orang syurga.
Hal-hal lain yang menjelaskan ADANYA dan KEADAANYA : Tidak perlu diuraikan lagi, cukup mengggunakan contoh  atas pengalaman seluruh manusia di dunia yang tersebut itu tadi.
Bayang-bayang dari keadaan yang sejati yang nampak di Tingkatan Dewa, Tingkatan Jin, Syaithan dan lain-lainnya, itu juga cukup menggunakan contoh satu saja yang tersebut di atas Bab Tingkatan-tingaktan atas terangnya, tipuan dan yang sebenarnya dan juga rasanya ... perkiraanku yang sedang membaca buku ini tentu bisa menelaahnya sendiri.
IV. JIKA KAHANAN YANG SEJATI bercermin menggunakan Golongan tumbuh-tumbuhan atau batu, maka Yang sejati nampak di situ terlihat : GELAP, tidak terlihat apa-apa, tidak terasa apa-apa. Artinya tidak bisa mengingat apa-apa, hal itu bisa diumpamakan orang yang bercermin menggunakan papan kayu yang hitam pekat, maka ketika dicari rupa milik yang sedang bercermin ; tidak ada apa-apa.
Tumbuh-tumbuhan, saya sebut : TIDAK MEILIKI RASA DIRI, Tidak mengerti bahwa dirinya itu ada. Tidak mengetahui bahwa dunia ini ada. Tidak mengetahui bahwa Tuhan itu ada. Selain tidak mengetahui bahwa semua yang tersebut itu ada. Dia juga tidak mengerti bahwa dia ITU ADA, serta tidak mengetahui bahwa di itu tidak memiliki Tuhan atau tidak ingat tentang Tuhan.
Pepohonan serta batu itu bisa diumpamakan : Menetapkan bahwa dunia ini, itu TIDAK ADA, Tuhan TIDAK ADA. Satu pun suasana  itu tidak ada, Tidak ada suasana. Sama sekali tidak menyaksikan tentang keberadaan semua yang ada. Taman bunga yang indah, menyenangkan, dan berbau harum, yang di sanjung oleh manusia serta dijadikan pemandangan oleh para luhur dan di taruh di atas meja marmer,  itu pun sama sekali tidak mengerti bahwa semua itu ada. Tidak merasa bahwa ada yang menyenanginya dan disanjungnya. Sama saja dengan wayang, contohnya : Janaka, dijadikan tontonan serta dipandang oleh orang banyak, akan tetapi yagn dijadikan tontonan itu tidak mengerti bahwa dia itu ada. Tidak ketempatan rasa senang dan susah, sakit dan sehat. Namun tetap dalam keadaan gelap gulita dan tidak mengerti apa-apa, Tidak merasakan segala kejadian dan keadaan, serta tidak merasa atas adanya nikmat dan manfaat.
V. KETIKA YANG SEJATI bercermin MENGGUNAKAN Praman Sejati (Sifat maknawiyah), Yang Sejati akan melihat dengan terang tentang keutuhan sifat yang nyata dan senyata-nyatanya tentang Tuhan yang sebenarnya ($).
($). Kodrat, Iradat dan sebagainya (yang tersebut di atas), disebut sifat Ma’ani, yaitu yang berujud Jirim. Sedangkan : Kadiran Muridan dan sebagainya : Dsiebut sifat maknawiyah, menyatu dengan DZAT (Golongan yang masuk apda dimensi ke IV, yang dijabarkan dalam Serat Jatimurti.

BAB I.
KEJELASAN DARI YANG DISEBUT DIRI

a. TENTANG WUJUD BARU : Yitu wujud jelmaan, atau wujud campuran.
Cat kuning dicampur dengan cat biru, menjadi cat warna hijau. Yang sebelumnya tidak ada cat hijau. Yang ada : Cat kuning dan cat biru, dan ketika warna kuning dan biru dicampur, terbentuklah warna hijau.
Warna hijau itulah wujud baru, yaitu wujud jelmaan, atau wujud campuran. Sedangkan warna Biru dan Kuning itu Wujud asal.
Contoh lainnya : Sebelumnya tidak ada wujud yang bernama kuningan. Setelah tembaga di campur dengan timah sari, maka jadilah logam kuningan. Dan kuningan itu aalah wujud baru yang sebelumnya tidak ada.
Emas dan tembaga ketika dicampur, menjadi suasa. Suwasa itu wujud baru.
Gandum dicampur gula, telur, susu, garam, diolah dan menjadi roti. Maka Roti itu adalah bentuk baru, satu bentuk yang berasal dari gabungan adonan yagn bermacam-macam.
Seseorang yang tidak mengetahui asal usul sesuatu, yang hanya  tiba-tiba bisa mengetahui warna hijau, pastilah mengira bahwa warna hijau itu bukan warna baru. Demikian juga halnya, kuningan dan suasa, roti, kembang gula, minyak dan sebagainya, semuanya dikiranya ujud asli, yang artinya seolah-olah memang sudah ada sejak sebelumnya, tentang yang disebut warna hijau, kuningan, suasa, roti dan sebagainya.
Bahkan semakin tidak mengira, jika dijelaskan bahwa : Mangga, kayu, daging, tulang, tanah itu adalah ujud baru, yang artinya berasal dari campuran. Yang menyebabkan tidak bisa mengira, karena tidak mengetahui asal muasalnya, tiba-tiba sudah menjadi kayu, daging, tulang, karena sudah ada sejak dahulu-dahulunya.
Huruf “a b c d e .....” itu semua adalah kumpulan garis melengkung dan lurus yagn digabung-gabungkan. Itu juga merupakan campuran.
Yang disebut gending (musik Jawa), seperti halnya : Pangkur, itu adalah berkumpulnya suara musik yang bermacam-macam, yang digabungkan dengan suatu bentuk (diselaraskan) sehingga menjadi satu alras (harmoni) yang kemudian diberi nama : Pangkur.
Wayang yagn bernama Janaka itu adalah gabungan dari bentuk yang kecil-kecil yang ditata, diselaraskan hingga menjadi satu bentuk yang diberi nama : Janaka.
Rasa dari Roti, itu adalah kumpulan beberapa rasa dari rasa : Gurih, manis, asin dsb, digabungkan, diselaraskan dengan menggunakan takaran menurut ukurannya, hingga menimbulkan satu rasa, rasa baru yang datang, muncul seolah-olah datang dari langit, yang disebut : Roti.
Rasa buah mangga pun demikian juga, adalah terdiri dari campuran berbagai rasa, hingga menjadi satu rasa yaitu rasa mangga, yang pada awalnya tidak ada yang bernama : Mang + ga. Setelah adonan yang berasal dari berbagai macam yang didtakar (oleh kodrat) diaduk, kemudian muncul ujud baru SATU, seolah tiba-tiba ada dari langit, dengan sebutan : Mangga, kemudian di rasakan hingga rasanya menjadi pantas disebut dengan sebutan mangga, karena menetapkan sifat mangganya.
Yang disebut daging, tulang, kayu, tanah ... masing-masing dari itu pun berasal dari kumpulan yang bermacam-macam, digabung dengan cara di takar oleh Maha Kuasa dan Ilmu milik Tuhan. Kesemuanya itu yang masing-masingnya disebut harmoni, campuran, dan juga jelmaan.
Kumpulan dari harmoni yang kecil-kecil menjadi harmoni yang besar. Harmoni yang besar-besar, digabungkan terus hingga tidak terkira ujud besarnya.
Harmoni yang bersifat satu, yang menetapkan harmoni yang teramat besar, itu disebut dengan kata “Allah”.
Segala bentuk yang sudah berujud, walau pun itu adalah bentuk baru, kita ini tidak mengira bahwa itu adalah barang baru, yang terbentuk dari gabungan. Apalagi segala sesuatu yang berujud SATU RASA, yang sudah memiliki nama, walau pun RASA BARU, atau gabungan rasa, karena sudah menjadi satu bentuk dan juga sudah memiliki nama ... hal itu menjadikan kita ini lupa kepada hakekat dari yang baru, serta sumber dasar pembentuknya.
Semakin tidak mengira jika kita memikirkan tentang rasa yang disebut RA – SA – NING – WONG.
Yang disebut, MANUSIA  atau RASA di diri MANUSIA, itu adalahr rasa baru, jelmaan atau gabungan, namun dirasa SATU, hal itu tidak berbeda dengan gabungan beragai macam suara yang merupakan ujud dari Nyanyian Pangkur.
Yang disebut rasa milik manusia, seperti rasa milik si Suta, itu adalah gabungan dari rasa Luamah, Amarah, Sufiyah, Mutmainnah, angan-angan, dan sebagainya, yang masing-masing jenisnya di takar oleh kodrat, di bentuk hingga menjadi harmoni rasa, yang kemudian diberi nama : RASA MILIK SI SUTA atau RASA HATI MILIK SI SUTA atau WATAK MILIK SI SUTA.
Yang bisa merasakan hati milik si SUTA itu, adalah si Suta sendiri, Namun, yang manakah yang bernama si Suta itu, itu hanyalah sebutan saja. Yang memiliki nama si Suta, itu adalah bentuk baru, yang seolah-olah muncul tanpa sebab, akan tetapi : Si Suta merasa (Mengira mempergunakan rasa miliknya), bahwa dia itu sejak dahulunya sudah pernah menjadi si Suta, Ketika mengatakan kata : AKU, maka yagn disebut AKU : Rasa sebagai si Suta, yang datangnya adalah baru.
Oleh karena tiap rasa itu ada biji awalnya (ujud dari yang mewujudkan rasa itu, tentulah sudah pastu ujud yang berbentuk : itua dalah gabungan ujud asli yang beraneka ragam).
Yang disebut : Rasa milik manusia itu, adalah gabungan rasa milik Hewan + Rasa milik tumbuh-tumbuhan + Rasa milik jin + rasa milik syaithan + rasa milik Dewa + rasa milik bersifat Ketuhanan, dan sebagainya. Yang masing-masing jenisnya sudah terukur. Sedangkan takarannya, itu bagi tiap-tiap manusia : Tidak sama, ada yang condong bersifat hewan, ada yagn condong sifat Jin, ada yagn condong ke arah syeithan, ada yang condong kepada sukmanya.
Yang condong ke mana, itulah yang dijadikan kebiasaan atas perbuatannya (di hidup-hidupi), terbiasa diaktifkan dayanya.
Oleh karena sudah nyata, bahwa masing-masing adonan itu BISA MENJADI BIBIT, sehingga sudah nyata bahwa setiap bakal adonan itu memiliki watak ingin terus aktif, semuanya meminta HIDUP, minta tetap adanya, minta umpan makanan, dan minta tempat.
Bentuk dari kumpulan rangkaian, yagn merumpana wujud masing-masing manusia, itu lah yang disebut DIRI.
Sehingga disebut DIRI, karena terbentuk dari beragai unsur. Beberpa unsur itu setelah menjadi bentuk baru (Berdiri), kemudian disebut DIRI, yang artinya adalah diberdirikan, yang mengandung maksud bahwa memang bentuk baru (ujud baru), yang sebelumnya tidak ada.
DIRI, juga bermakna Sendiri (berdiri sendiri). Sehingga disebut berdiri sendiri, karerna berdiri dengan sendirinya. Sehingga disebtu sendiri (berdiri sendiri) karena bermakna bentukan rasa batu, karena merasa memisahkan diri dari RASA TUNGGAL (memisahkan diri dari rasa KETUHANAN). Terpisah karena merasa beridi dengan sendirinya, mengaku sebagai keadaan yang sejati, mengaku ADA dengan sendirinya, mengaku MENGERTI dengan sendirinya, mengaku sebagai Yang Sejati, mengaku Hidup dengan sendirinya – yang selanjutnya mengajak lupa kepada keadaan segala yagn ada, mengajak tidak merasa terhadap keberadaan dirinya yang sebenarnya adalah baru dan terdiri dari gabungan, serta meminta bertanding dengan diri yang lainnya. Mengapa terjadi hal demikian?, karena tahunya sudah jadi wujud, tiba-tiba sudah berwujud rasa satu, tidak ada pilah-pilah bagian-bagian yang berasal dari adonan.
Oleh kerana diri merasa ada dengan sendirinya (terpisah dengan Rasa Tunggal) sehingga memiliki anggapan (keyakinan) bahwa dirinya itu bukan SESUATU YANG BARU, hanya BERITANYA saja, baru, namun ingan dan rasa di dalam dirinya : Tidak bisa menemukan rasa bahwa sebenarnya adalah BARU, tidak menemukan kenyataan bahwa dirinya itu baru. Yang demikian itu, menimbulkan rasa ingin minta dianggap luhur, ingin dicintai atau disenangi oleh diri yang lainnya. Rasa yang demikian itu disebut  : Ego Diri atau watak diri.
Yang dimaksud dari kata : Bangga diri, bagi pengetahuan tentang kebatinan, disebut TERTIPU OLEH DIRINYA SENDIRI.
Oleh karena anggapan yang demikian itu adalah salah (bukan anggapan yang nyata, bukan anggapan yang sebenarnya) sehingga hal yang demikian itu disebut Cuma anggapan saja, artinya : Anggapan palsu, atau bayang-bayang anggapan, bukan anggapan yang sejati.
Rasa yang salah yang demikian itu, menumbuhkan cacat  yang sangat banyak jenisnya, seperti : Sombong, pamer, takabur, merasa serba bisa, mersa besar, merasa mampu, merasa pintar dan sebagainya. Itu semua bersumber dari Rasa diri (rasa merasa berdiri dengan sendirinya, rasa memisahkan diri).
Cabang-cabang dari anggapan yang salah itu, contohnya : Pemalu, mudah sakit hati, mudah menyerah, masgul, memiliki rasa sirik, iri, mudah marah, dengki dan sebagainya yang jumlahnya sangat banyak. Kesemuanya itu sumber pusatnya ada di RASA DIRI (RASA TERPISAH, RASA BERDIRI SENDIRI).
RASA DIRI ITU, MUSRIK YANG PALING PERTAMA.
Untuk mengurangi watak anggapan diri, dengan cara mencari pengetahuan yang terang atas status bahwa sebenarnya adalah baru dan berasal dari kumpulan. Yang ke dua : Menghidupkan dan mengaktifkan rasa Mutmainnah yang mengajak berbakti kepada Tuhan dan kasih sayang kepada sesamanya.
Ketika rasa diri sudah tipis, maka semaking mengarah untuk bisa merasakan rasa tunggal, yaitu rasa Manusia Sejati, atau rasa KETUHANAN.
b. MUNCULNYA WUJUD BARU : MENJADIKAN LUPA ATAS WUJUD ASLI.
Kata MENJADIKAN LUPA, itu artinya : Dirasa TIDAK ADA (Tidak di rasa bahwa ada).
Seumpama bagaikan : Biru yang dicampur dengan kuning, setelah menjadi warna hijau, maka biru dan kuning musnah tanpa bekas, hilang musnah dari penglihatan, tergantikan dengan munculnya warna hijau.
Tepung, Gula, susu, garam, telur dan lain-lainnya, setelah diaduk dan menjadi roti, maka bahan-bahannya hilang dari ingatan, hilang musnah tanpa bekas, tergantikan dengan wujud yang Cuma saja yang bernama : Roti, munculnya roti bagaikan tanpa sebab, tiba-tiba saja ada.
Oleh karena semua adonan sudah hilang dari ingatan, sehingga akhirnya rasa mula dari adonan yang berasal dari berbagai macam rasa itu (manis, asin, gurih .. ) dirasa menjadi milik roti. Sehingga rotilah yang mendapat sebutan : Manis, gurih, asin, dan sebagainya. Sehingga manusia kemudian mengatakan : Roti itu manis, Roti itu asin, roti itu gurih. Hal yang demikian itu bermakna tidak ingat lagi terhadap telur, gula, garam, susu dan sebagainya.
Ketika seorang anak memakan makanan, banyak yang merasakan rasa enak dan mengetahui namanya, akan tetapi tidak mengetahui asal mula untuk membuatnya.
Yang sama halnya dengan : Rasa dari buah-buahan, seperti : Kelapa, mangga, kacang .... hal itu bagi manusia yang memakannya, pengetahuan soal rasanya, seperti itu juga : Kelapa itu gurih, kelapa itu agak manis, kelapa itu tidak asin, kacang itu gurih, kacang itu agak manis, kacang itu agak asin. Bercampurnya adonan yang membentuk kacang itu, sama sekali tidak terpikirkan, sudah cukup asalkan mengingat kacang, hal itu juga tidak boleh disalahkan, karena mengetahui terhadap yang disebut kacang itu, sejak kecil. Bahkan kacangnya sudah ada sebelum yang memakan kacang itu terlahir.
Uraian di atas itu tepat sekali untuk ibarat bagi ujud yang baru, yang disebut MANUSIA.
Coba direnungkan, Apakah manusia itu?
Jika di teliti, itu akan sama sengan “roti” itu tadi.
Bercampurnya adonan yagn kasar dan halus yang bermacam-macam, dicampur rata, sehingga muncul ujud baru yang bernama “MANUSIA. Setelah manusia sudah terbentuk dan mampu berdiri sendiri, asal mula bahan adonan hilang tanpa bekas dari ingatan kita.
Daya dari adonan yang berasal dari berbagai macam : menimbulkan rasa yang bermacam-macam. Namun rasa yang bermacam-macam itu di aku oleh ujud yang baru, yang bernama manusia itu tadi.
 Sang manusia, walau pun datangnya adalah baru, aka  tetapi mengakui menjadi miliknya atas rasa yang bermacam-macam itu tadi, yang berada di dalam raganya. Seumpama manusia yang bernama “Wirya”, itu yang manakah? : Yang bernama “Wirya” itu tidak ada, hanya ciptaan atau rasa ingat saja. Sedangkan ditetapkan memiliki rasa yang bermcam-macam, seperti disebutkan bahwa “Wirya” itu pntar, “Wirya” itu kuat.
Ingatan manusia menjadi lupa kepada adanya asalmula adonannya itu, selain disebabkan tertutup rasa ingatan manusia, alagi penyebabnya, yaitu : Manusia di dunia itu, Halusnya tertipu oleh badan kasarnya.
Pada umumnya manusia itu tidak mengira bahwa ada ujud yang bermacam-macam. Tidak mengetahui bahwa ada yang sebgai tukang merasa susah. Ada yang menjadi tukang pembenci atau pemarah, ada yang tukan pengasih dan penyayang, ada yang menjadi tukang gampang ingat, dan sebagainya, itu semua pada umumnya tidak dipahami.
Rasa ingatan, rasa hati, rasa jasmani – tidak disadari, bahwa ada ujudnya. Dikiranya berasal dari manusia yang bernama “Wirya” saja. Namun ketika ditanyakan Mana “Wirya” itu, tidak bisa menunjukkannya, dan juga oleh karena tertipu oleh badan kasarnya, ada yang mencoba menyentuh badan seluruhnya.
Selain bahwa “Wirya” itu dikiranya adalah badan kasarnya, semua rasa yang bermacam-macam itu pun dikiranya berasal dari raganya. Contohnya : Bisa berfikir dikiranya berasal dari daya otaknya. Bisa melihat dikiranya berasal dari daya matanya yang menipu. Bisa mendengar dikira berasal dari daya telinga yang berupa daging. Namun ketika sudah dibungkus kain kafan, mata dan semua alatnya masih utuh, namun tidak bisa apa-apa. Kemudian mengira-ngira bahwa “Wirya” bukan raganya.
Adonan yang berujud halus itu, semuanya hidup dan saling ingin beraktifitas, masing-masing jenis saling berebut daya : Menonjolkan diri ingin menjadi yang terdepan dari kedudukan rasa. Contohnya : “Wirya” sedang senang hatinya, hal itu adonan yang berfungsi tukang bungah : Mucnul. Adonan yang menjadi lawan dai rasa senag : tertutup, Jika mutmainnah sedang muncul ke depan. “Wirya” hatinya sedang baik. Contohnya : Cinta kepada sesamamnya, sabar memberi pertolongan. Jika Amarah yang sedang aktif, itu pun “Wirya” yang disebut hatinya jahat. Sehingga berganti-gantinya rasa atau watak seseorang itu, sama sekali tidak diingat berasal dari muncul dan tenggelamnya adonan-adonan yang halus. Yang masuk dalam ingatan adalah manusianya, contohnya : “Wirya” kemarin itu, baik, sekarang “Wirya” jahat. Tadi itu “Wirya” amrah-marah, sekarang sudah tenang kembali dan sedang tertawa-tawa.
c. PERBEDAAN ANTARA RASA DIRI DENGAN RASA PRIBADI.
Urian di bawah ini untuk bahan renungan.
RASA PRIBADI itu adalah Rasa Tunggal.
Setiap ada rasa Diri itu, tentu disertai rasa Pribadi. Akan tetapi RASA PRIBADI belum tentu bersama dengan RASA DIRI. Artinya : Rasa diri “Wirya” membutuhkan rasa Pribadinya yang tunggal. Namun rasa Pribadi yang tunggal itu, tidak membutuhkan rasa diri milik “Wirya”.
Rasa diri itu “negatief vorm”, artinya : “adanya butuh ditetapkan oleh yang lain, seperti untuk menjadi sebuah wayang butuh tukang sungging wayang. Untuk menjadi tulisan membutuhkan ORANG YANG MENULIS. Namun Penyungging tidak butuh wayang, dan manusia itu tidak butuh tulisan.
Ketika seseorang mengatakan kata AKU, itu bermakna bahwa yang dituju oleh rasa milik manusia itu : RASA PRIBADI YAGN TUNGGAL.
Akan tetapi akrena rasa pribadi tertutup oleh rasa diri, seperti manusia tertutup tulisannya, hingga pada akhirnya hanya diri yang DIRASA ADANYA. Sama saja hilangnya manusia tergantikan munculnya tulisan.
Di depan sudah disampaikan : TIPISNYA RASA DIRI mengarahkan kepada untuk bisa merasasakan RASA TUNGGAL, itu dibahasakan TIPISNYA RASA DIRI : agar dihayati seteliti mungkin, seperti apakah maksudnya???
Nyanyian jawa : KINANTHI
Mangka kanthining tumuwuh // salami mung  awas eling // eling lukitaning alam // dadi wiryaning dumadi // supadi nir ing sangsaya // yeku pangreksaning urip.
ARTINYA : Sedangkan yang menyertai hidup // selamanya adalah waspada dan sadar diri // ingat atas rahasia indahnya  alam // menjadi penjaga segala yang ada // agar terhindar dari kesengsaraan // itu adalah penjaga kehidupan.
Marmen den taberi kulup // angulah lantiping ati // rina wengi den anedya // pandak panduking pambudi // bengkas kahardaning driya // supadya dadya utami.
ARTINYA : Maka dari itu tekunlah wahai anakku // melatih  ketajaman hati // siang malam jadikanlah itu sebagai tujuan // tujuan dalam segala daya upaya // untuk bisa mengalahkan gerak pikiran // agar menjadi utama.


BAB XV
ARTI LAHIR DAN BATIN

Orang tua atau pun anak-anak sering bertanya begini : GUSTI ALLAH BERTEMPAT DI MANA? Seseorang yang bertanya demikian sudah seharusnya, tidak boleh disalahkan, karena pertanyaan itu tumbuh dari rasa ingin tahu.
Yang menyebabkan tidak salah adalah : SEBAB DARI BERTANYA,. Namun ISI DARI PERTANYAANNYA itu salah.
Jika pertanyaannya sudah salah, walau pun dipikir bagaimana pun juga, maka jawabannya akan ikit salah juga, karena biasanya, bahwa jaban itu adalah sesuai dengan pertanyaannya. Sehingga jika ada seseorang yang bertanya demikian itu : Hanya harus diterangkan saja, karena belum mengerti,
Di manakah letak kesalahannya ? : Allah dikiranya bertempat tinggal, Allah itu tidak membutuhkan tempat tinggal, justru ditempati oleh semua yang memiliki tempat.
Kosong dan hmpa yang luasnya tanpa batas beserta semua isinya, bertempat di manakah sebenarnya ? .... bertempat di Allah. Apakah memaksa untuk dipertanyakan lagi? Allah bertempat di mana? Sedangkan meneyebutkan tempat kosong dan hampa saja tidak bisa, apalagi disuruh menyebutkan tempat-Nya Allah.
Yang kosong dan hampa yang besarnya tidak terbatas, itu saja tidak usah ditanyakan bertempat di mana, karena : Itu bahkan menjadi tempat  bagi semua teempat serta dari semua tujuan. Kesemuanya berada di dalam kosong dan hampa yang tidak terbatas aats luasnya. Sebegitu besarnya pun kosong dan hampa itu masih tergantung kepada Allah. Sedangkan bahwa CARA BERTEMPATNYA yang kosong dan hampa itu ada di Allah, hal itu bisa diumpamakan CARA BERTEMPATNYA halaman buku yang ada di dalam buku (halaman lembaran kertas bertempat di dalam kertas).
Pikirkanlah bahwa : Satu buku itu terdapat banyak halaman, itu lebih mudah untuk sebagai contoh gambaran : Allah dalam menguasai alam kehalusan yang sangat banyaknya yang masing-masing alam itu berujud kosong dan hampa yang besarnya tidak terbatas beserta semua isinya. Sama saja dengan keadaan : satu buku mengandung banyak halaman-halamannya yang berisi tulisan dan gambar-gambar.
Cara “DZAT” dalam menguasai seluruh alam itu juga sama saja seperti cara milik buku dalam mengandung banyak halaman-halaman buku.
Halaman-halaman buku itu banyak laisan-lapisannya, yang kesemuanya berada di dalam buku, demikian juga halnya denegan alam ini, pun tidak hanya dunia ini saja. Sangat lah banyak jenis nya alam itu, seperti yang sudah diuraikan di depan.
Coba direnungkan : Jika demikian halnya, apakah masih tetap memaksa bertanya : Allah bertempat di mana?
Coba byanagkan alam tulisan, sebagai berikut : (menggambarkan tentang huruf jawa yang mirip dengan tulisan Arab beserta rangkaian pelengkapnya) Pelengkap yang bernama “Wulon” (dalam huruf Jawa), berasda DI ATAS HURUF, Sukon berada di bawah huruf, sandangan Cecek berada di dalam penggalan huruf. Pepet berada di luar cecek, hal itu selanjutnya bisa-bisanya menjadi sebuah pertanyaan ? Apakah buku itu beradsa di atas huruf, apakah berada di tengah-tengah huruf, apakah berada di bawah huruf?
Singkatnya : Jika manusia bisa menyebutkan tempatnya BUKU atau YANG MEMBACA BUKU, terletak pada kata DI MANANYA sandangan wulon atau taling, apaah itu bisa menyebutkan tempat-Nya Allah pada kata DIMANA di dalam segala ujudnya alam.
Alam tulsian itu tentu beda lebih dari beda : Jika dibandingkan dengan Alam manusia yang membaca buku atau buku itu sendiri. Di manakah perbedaannya? Di alam tulisan tidak ada kiblat arah di luar halaman. Yang disebut bawah atas serta kanan kiri, dan juga luar dalam bagi sebuah halaman buku, itu bukan atas bukunya atau atas yang sedang membaca buku.
Alam tulisan itu alam halaman (lebih tipis, bahkan sama sekali tanpa ketebalan). Sedangkan alam milik buku atau manusianya : berbentuk kubik.
Alam buku itu sama dengan alam yang membaca buku, memiliki arah yang bernama atas bawah, luar dalam, akan tetapi berbeda dengan yang disebut atas bawah milik huruf. Lua dalam milik alam manusia, berbdea dengan lua dalam alam tulisan. Hal itu pikirkanlah.
Setelah bisa memahami hal di atas, kemudian pikirkankanlah uraian di bawah ini:
Sandangan Wulon sudah jelas berada DIA ATAS HURUF, sandangan pepet berada DI LUAR CECAK, cecak berada di dalam pepetan .... Kemudian ada pertanyaan sebagai berikut : PEMBACA BUKU, berada di sebelah mana dari yang di bacanya? Namun jangan menggunakan kata DI LUARNYA, agar tidak dikira seperti letak pepetan bagi cecak. Bagi huruf itu tidak bisa ditemukan dengan arti makna DI ATAS, yang tidak seperti letaknya wulon. Selamanya tidak akan bisa ditemukan arti dari DI LUAR, yang tidak seperti tempatnya pepetan bagi cecak. (Hal ini bsia di pahami bagi yang paham rangkaian huruf jawa).
Manusia sering membahasakan tempatnya Yang Sejati menggunakan kalimat DI DALAM BADAN. Hal yang demikian itu, sama halnya : Seseorang yang sedang membaca buku disebut berada di dalam pepetan, bagaikan tempatnya cecak di dalam pepetan.
Hal yang demikian itu, manusia aperlu belajar merasakan tentang makna kata : LAHIR dan BATIN hingga benar-benar paham atas maknanya, jika sudah benar-benar mengerti akhirnya (bisa merasakan) tentu akan bisa menerima  dan paham di dalam rasa milinya. Jika di jelaskan yang sebagai berikut : TUHAN ITU BERTEMPAT DI DALAM BATIN DI BADANMU. DI DALAM BATIN SEMUA PERWUJUDAN, DI DALAM BATIN ALAM, DI DALAM BATIN SAHIR MU, DI DALAM BATIN BUDI RASAMU.
Jika sudah bisa memahami atas yang disebut DI DALAM BATINNYA itu, bayangkanlah : Letak tepatnya mata yang milik yang sedang membaca buku, walau pun disebutkan DI DALAM BATIN huruf yagn di bacanya, tujuannya : Jangan di kira berada DI LUAR HURUF atau DI ATAS HURUF, karena jika dimaknai  DI LUARNYA atau DI ATASNY, janga-jangan dikira seperti tempatnya wulon atau pepetan.
Yang Sejati dikatakan DI DALAM BADAN, itu  boleh-boleh saja, ala jangan dimaknai seperti letak organ dalam di dalam daging atau daging atas kulit.
Harap di rasakan yang disebut DI DALAM BATINNYA itu. Nantinya kita akan bisa merasakan arah tempatnya Tuhan kita.
Tempat Tuhan kita : Di lama inti batin, yaitu di pusat batin segala batin.
Mulai dari : Pusat hingga sampai di dalam batin, semua dikuasai oleh Asma Allah. Yaitu Asma Yang Agung.
Raga kita menyebutkan Pusat Batin kita, menggunakan Asma ILLOLLAH (TUHAN).


T A M A T

Sebaiknya, bacalah juga buku “
1. Kacawirangi
2. Jatimurti
3. Madurasa

Catatan : Ketiga buku itu sudah diterjemahkan di blog ini.